Rona Mentari

tell a story, reap a wisdom

Tersesat di Hatyai

Bismillahirrahmannirrahim..


Mungkin salah satu hal paling menakutkan sekaligus menyenangkan ketika sedang berkunjung ke sebuah daerah adalah tersesat! Namanya juga travelling, get lost menjadi hal yang biasa. National Geographic aja punya program khusus “Let’s Get Lost”. Eh program khusus atau sebutan untuk NG Adventure nya aja ya? Pokoknya ada get lost get lost nya deh. Hehe.


Jadi ceritanya, saya dan kakak sedang ada program di Malaysia. Halimah, teman saya yang rekomendasiin program itu. Nah, melihat ada peluang ke Thailand dengan kereta dari KL, kenapa kita tidak lanjutkan perjalanan kesana? Yes, saya dan kakak memutuskan untuk berangkat ke Hatyai, Thailand dari KL menggunakan kereta selama 20 jam! Eh, tapi tenang dulu, syukurlah kereta disini ada beberapa pilihan. Salah satunya 'sleepers' yang artinya ada tempat tidur. Jadi bayangkan aja sebuah hotel bergerak yang membawa kita dari satu negara ke negara lainnya dengan pemandangan alam yang bikin mata segar. Aha!


Sampailah kita ke Hatyai dan dimulailah petualangan kami. Kita sih mirip-mirip aja sama orang Thailand, tapi bahasanya itu lo. “Tak tuk tarak tuk plak”, itulah yang saya denger kalau orang Thailand sedang bicara. Hurufnya juga super duper unik. Lebih mirip sama aksara jawa. Huruf cacing kita nyebutnya. Bener-bener have no idea! 


Kecuali pas lihat foto dibawah ini, jelas kita tahu kalo ini foto tanda ada sebuah pernikahan didalam. Dua nama orang yang menikah, seperti yang sering ada di Indonesia. Hahaha.

                                               


Oke, jadi bagaimana kita tersesat di Hatyai?


Saat itu kami pergi dari hotel ke tempat-tempat unik. Seperti pasar, tempat-tempat ibadah, masjid, pusat perbelanjaan barang khas, dan kulineran menggunakan Tuk-tuk. Tuk-tuk ini adalah alat transportasi populer di thailand. Semacam Bemo kalau di Jakarta. Nah kami pun berniat untuk pulang. Kami menginap di PB Grand Hotel yang tempatnya memang bukan di pusat turis. Kami bilang ke sopirnya “PB Grand Hotel”. Bapak itu mengiyakan. Eh setelah perjalanan cukup panjang, kami diantar ke Grand Hotel, bukan PB Grand. Wrong way. Saya bilang kalau bukan ini hotel yang saya maksud. “PB Grand Hotel”, kata saya menggunakan cara berlatih vokal teater selama ini. Biar jelas. Ia mengiyakan. Kami diantar lagi. Jalan cukup panjang dan kami belum sampai juga.

Disinilah salah satu kekurangan Tuk-tuk, tidak bisa berkomunikasi dengan baik dengan sopirnya. Karena sopir di depan dan kita dibelakang terhalang sama besi penutup. Jadi kami nggak bisa leluasa memberi tahu kalau sepertinya ini bukan jalan yang tepat. Atau setidaknya tanya, apa mereka tahu PB Grand Hotel karena kami juga ngga tahu jalan.

Hingga akhirnya mampirlah Tuk-tuk ini ke pom bensin. Tinggal kami berdua penumpang yang tersisa. Dan hari sudah mulai gelap. Kesempatan ini kami gunakan untuk menanyakan ke Pak Sopir. Benar saja, ternyata Pak Sopir memang tidak tahu dimana hotel kami berada. Selain mengisi bensin, ia berusaha bertanya kepada petugas pom bensin dimana letak PB Grand Hotel. Saya dan Kakak turun untuk ikut menjelaskan setahu kami. Yang kami tahu adalah sebatas, PB Grand Hotel ini warnanya merah, berada di pinggir jalan raya besar seperti by pass. Jalannya bernama RadUthid.

Saya udah bilang RatUthid Road ini berkali-kali tapi Bapaknya juga belum ngerti. Atau mungkin saya yang salah mengucapkan? Bisa jadi. Makanya saya coba tuliskan pakai huruf latin. Percakapan kami di pom bensin cukup lama. Antara saya dan kakak, sopir Tuk-tuk, petugas pom bensin, dan seorang lainnya yang berusaha membantu. Lucu sekali kalau ingat saat itu. Kami semua berusaha bicara satu sama lain tapi menggunakan bahasa yang berbeda. Bahasa tubuh udah nggak mempan lagi kali ini. Malah kami sempet ngobrol tentang dari mana asal kami dan seterusnya. Saya capek juga. Karena mau pakai Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa pun mereka ngga paham. Begitupun saya ngga paham dengan bahasa mereka. Bahkan saya sempat iseng pakai bahasa planet saat udah mulai lelah. Kakak saya cekikikan aja. Bahasa Planet maksudnya bahasa asal, asal “taraktungplangbengdur” gitu. Toh mereka juga sama-sama ngga paham. Hahaha.

Hingga akhirnya, Pak Sopir memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sepertinya ia sudah mendapat ilham dari obrolan unik bin kocak tadi. Pak Sopir mengemudikan Tuk-tuk dengan perlahan. Sekitar 15 menit berjalan, kami melihat sebuah bangunan dengan warna dominan merah melambai-lambai ke arah kami. Benar! Itu PB Grand Hotel! Kita berteriak heboh ke Pak Sopir. Kami turun dan berterimakasih kepada Pak Sopir, kami memberinya uang melebihi perjanjian awal. Jelas saja kami beri lebih karena sudah terlalu banyak menghabiskan bensin Tuk-tuk. Ia sempat menolak, tapi kemudian kami paksa untuk menerima. Alhamdulillah kami sampai.

Oh iya, orang-orang Hatyai baik-baik. Pak Sopir barusan juga sangat baik, tetep sabar nganterin kita yang kehilangan arah dan ia tidak meminta uang lebih. Mungkin jalur yang dilalui memang bukan jalur Tuk-tuk nya karena di awal gagal paham soal nama hotel.  Bahkan mungkin itu sudah diluar jam kerjanya mengendarai Tuk-tuk.

Sampai hotel kami sudah lelah. Ketawa-ketiwi sendiri kalau ingat kejadian barusan. Yaiyalah mereka ngga paham dengan tulisan Jalan RadUthid yang tadi kita tulis. Mereka kan pakai huruf cacing, dan yang kita tuliskan adalah huruf latin.

Dan, tebak apa yang saya temukan saat merapikan barang bawaan?

Kartu nama hotel lengkap dengan alamat berhuruf cacing! Jeder. Dari tadi saya bawa kartu nama itu, tapi ngga kepikiran untuk memberikan langsung ke Pak Sopir!

Sampai jumpa lagi.

Total Pageviews

Tentang Saya

My photo
Yogyakarta, Sleman, Indonesia
Seperti mentari yang merona-rona. Mungkin itu alasan sekaligus harapan orang tua saya memberi nama Rona Mentari. Saya adalah juru dongeng keliling. Storytelling Activist. Dongeng menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan saya. Salam kenal! Mari bersilaturahim juga via instagram di @mentarirona

Tentang Blog Ini

Blog ini adalah catatan tulisan berdasarkan pengalaman, cerita, karya, dan berbagai cerita penulis - Rona Mentari. Kadang juga berisi celotehan kekesalan berbentuk puisi atau sekedar kegundahan tentang sekitar.

Popular Posts

Powered by Blogger.

Followers