Takbir berkumandang di segala penjuru
negeri. Wajah-wajah bersinar dari para perindu Ramadhan menghiasi hari yang
fitri. Bagi yang benar-benar memanfaatkan ramadhan dengan amalan sholeh, tentu
Idul Fitri menjadi kemenangan dalam mendapatkan ‘piala Allah’. Menjadi juara
dihadapanNya setelah berlomba-lomba dalam kebaikan selama ramadhan. Namun bagi
yang tidak, tentu ramadhan menjadi hambar saja dilewatkan. Seperti sabda Rosul
yang berbunyi, “banyak sekali orang yang
berpuasa, yang hanya puasanya sekedar menahan lapar dan dahaga”, naudzubillah.
Ya, Idul Fitri identik dengan sesuatu yang baru. Mulai dari pakaian sampai uang
baru. Tapi apa ituaja? Enggak. Ada hal baru yang sebenarnya menjadi salah
satu kunci utama dalam memaknai Idul Fitri. Idul Fitri terdiri dari dua kata.
Pertama kata ‘id yang dalam bahasa arab bermakna bermakna ‘kembali’. Dan fitri
yang artinya adalah ‘suci’. Jadi Idul Fitri secara harfiah berarti ‘kembali
suci’. Idul Fitri juga diartikan dengan kembali fitrah, awal kejadian. Artinya,
mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua kembali pada fitrah.
Allah berfirman dalam Surat Al-A’raf
ayat 172 yang artinya, “Dan (ingatlah),
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah
Aku ini Tuhan-mu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi’. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)”
Dalam ayat diatas, dijelaskan bagaimana
pada awal kejadian, semua manusia dalam keadaan yang mengakui bahwa Allah
adalah satu-satunya Tuhan. Sebuah perjanjian antara manusia dengan Allah yang
berisi pengakuan ke-Tuhan-an. Namun seiring dengan perjalanannya, manusia
mengotori hidupnya dengan dosa dan salah. Dan dosa-dosa tersebut bisa terhapus
dengan cara bersilaturahim. Oleh karena itu, bulan syawal menjadi bulan yang
penting bagi umat Islam untuk bersilaturahim.
Silaturahim dan berkumpul bersama saudara dalam suasana Idul Fitri memang menjadi kebahagiaan yang lumrah
ditemui. Namun sekali lagi, bukan kebahagiaan karena terbebas dari menahan lapar dan dahaga selama puasa. Tapi kebahagiaan menyambut hari raya
dengan semangat ibadah yang jauh lebih baik. Kebahagiaan yang dicontohkan
Rosulullah dalam merayakan hari raya pun tidak semata-mata untuk kebahagiaan
pribadi, tetapi juga orang lain.
Diriwayatkan
sebuah kisah yang terjadi di Madinah pada suatu pagi di hari raya Idul Fitri.
Rasulullah SAW seperti biasanya mengunjungi rumah demi rumah untuk mendo’akan
para muslimin dan muslimah, mukminin dan mukminah agar merasa bahagia di hari
raya itu. Semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak. Namun
tiba-tiba Rasulullah SAW melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil yang sedang
duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang. Rasulullah
SAW lalu bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya
dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu.
Rasulullah SAW
kemudian meletakkan tangannya yang putih sewangi bunga mawar itu dengan penuh
kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya mengapa gadis
kecil itu menangis. Tanpa melihat siapa yang bertanya, gadis kecil itu kemudian
menjelaskan bahwa Ayahnya telah meninggal saat berjuang bersama Rosulullah. Ia
menjadi yatim dan tidak memiliki apa-apa di hari raya ini. Dengan penuh kasih
sayang ia membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata: “Anakku, hapuslah air matamu. Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang
akan kukatakan kepadamu. Apakah kamu ingin agar aku Rasulullah menjadi ayahmu?
Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu dan Hasan
serta Husein menjadi adik-adikmu dan Aisyah menjadi ibumu? Bagaimana pendapatmu
tentang usul dariku ini?”
Begitu
mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia
memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya. Ia kaget
saat tahu Rosulullah yang ada dihadapannya. Gadis yatim kecil itu menganggukkan
kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya. Gadis yatim kecil itu lalu
bergandengan tangan dengan Rasulullah SAW menuju ke rumah. Hatinya begitu
diliputi kebahagiaan. Sesampainya di rumah, wajah dan kedua tangan gadis kecil
itu lalu dibersihkan dan rambutnya disisir. Semua memperlakukannya dengan penuh
kasih sayang. Gadis kecil itu lalu dipakaikan gaun yang indah dan diberikan
makanan, juga uang saku untuk hari raya. Lalu ia diantar keluar, agar dapat
bermain bersama anak-anak lainnya.
Rasulullah
saw bersabda: ”Siapa yang memakaikan
seorang anak pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari raya, maka Allah
SWT akan mendandani/menghiasinya pada hari Kiamat. Allah SWT mencintai terutama
setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan
hadiah. Barangsiapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan
bersamaku di surga.”
*versi lebih formal terbit di Koran Minggu Pagi edisi Idul Fitri.
0 komentar:
Post a Comment