Bismillah..
Masih di Wellington, kali ini saya akan bercerita tentang seniman jalanan disana. Menarik, unik, dan nyentrik! Ini dia ceritanya..
1. Di Cuba street
kami dipertemukan dengan seorang anak usia SD yang sedang melakukan pencarian
dana dengan menampilkan kebolehannya adu cepat tangan memindahkan gelas *ngga tau nama permainannya apa*. Dengan kecepatan tangannya,
ia bisa dengan mudah memindahkan gelas-gelas yang disusun sedemikian rupa. Anak
itu menuliskan maksudnya bermain disana. Yaitu untuk menggalang dana agar
mereka bisa mewakili NZ dalam festival permainan itu di tingkat dunia, tepatnya
Amerika. Saya tersenyum sendiri melihatnya. Membayangkan, berada dalam
posisinya. Kenapa? karena itu lah salah satu yang saya lakukan sebelum ke NZ. Penggalangan dana. Yang membedakan adalah usia
kami. Mereka masih SD. Nice! Perjuangan yang patut kita tiru. Ada yang merasa
malu?
2. Saat berkeliling di Sunday Market, sebuah pasar tradisional yang menjual sayur dan buah-buahan. Kami bertemu dengan musisi jalanan (baca: pengamen). Seorang perempuan tua dengan gitarnya. Memainkan instrumen-instrumen klasik. Saya mendengarkan dan memperhatikan permainannya beberapa saat. Ia menyapa kami. Lalu saya beranikan diri untuk bertanya “Bolehkah saya memainkan gitar itu untukmu?”, ternyata ia dengan senang hati bersedia. Ia menyerahkan gitarnya kepada saya. Dan saya pun memainkannya, instrumen klasik “Romance”. Beberapa Kiwi’s (sebutan untuk org NZ) yang lalu lalang ada yang berhenti dan memperhatikan saya, beberapa ada yang memberikan koin. Musisi jalanan itu pun bercerita kalau ia pernah berlatih memainkan Romance saat SMP. Setelah saya memainkannya, ia berkata “Saya akan memperlihatkan permainan Romance saya padamu”. Ia pun memainkannya dengan sangat baik. Tepuk tangan mengakhiri pertemuan saya dengan nya.
Ternyata bukan
hanya di Indonesia yang banyak musisi jalanannya. Di Wellington pun begitu.
Cuma bedanya, kalau di Wellington, musisi jalanan yang menggunakan gitar,
memakai hardcase untuk tempat uang. Poinnya, pengamen disana udah
pake hardcase untuk tempat gitarnya. Sedangkan disini, yang pake hardcase rata-rata adalah musisi yang udah profesional. Kedua di Wellington ada ijinnya untuk ngamen seperti
itu, sedangkan di Indonesia tidak ada. Paling banter ijin sama preman
daerahnya. Ketiga, musisi jalanan di Wellington bener-bener punya kemampuan
untuk bernyanyi dan memainkan alat musik disana, tidak asal bunyi.
3. Di hari ke
sekian, saya bertemu lagi dengan musisi jalanan. Tepatnya di Cuba Street, salah satu
jalan utama turis di Wellington. Ibarat Malioboronya Jogja. Yang
menarik dari musisi ini, ia menggunakan speaker kecil agar
suara gitarnya lebih terdengar. Dan hebatnya, ia juga menjual CD berisi rekaman instrumen gitar yang ia mainkan. Musisi
jalanan yang profesional. Penasaran dengan caranya bermain gitar, saya
mendekat. Dan lagi, saya
bertanya bolehkah saya memainkan gitarnya. Ia membolehkannya dengan senang
hati. Saya memainkannya sedikit, dan kaget ketika tahu ia menggunakan setelan
gitar yang tidak lazim. Kami berbincang. Dari situ saya tahu. Benar-benar
berbeda, tiap senarnya tidak sama
dalam satu nada yang lazim. Beberapa senarnya sengaja di over-tone kan.
Cara ia memainkan gitar juga unik. Ia memukul-mukul gitarnya, dan itu
menjadi bagian dari permainannya.
Belakangan saya
tau, namanya Lukas Jurry, ternyata ia bukan musisi jalanan biasa. Ia menjadi
bagian dari program New Zealand’s Got Talent. Channel di youtubenya sudah
diakses ribuan orang. Dari pada
penasaran, silahkan liat video ini --> http://www.youtube.com/watch?v=QwayIOcw_qA. Tepat di tempat yang sama saat kami bertemu
di St Cuba.
Sekian cerita untuk segmen ini. Oh iya, Ramadhan kurang dari 90 hari lagi. Yuk sama-sama siap-siap, latihan dari sekarang biar dapet malam yang lebih baik dari seribu bulan itu. Aminn :)
0 komentar:
Post a Comment