Kemarin saat melakukan perjalanan untuk menghadiri
pernikahan teman di Jepara dan Rembang, kami nyempetin mampir ke museum kartini di
Rembang. Kapan lagi menyelami sosok Kartini lebih jauh di tempat dimana ia
memperjuangkan pendidikan untuk kaum perempuan saat itu. Museum ini dulunya
rumah Bupati Rembang, yang juga suami RA Kartini.
Kami membayar 2000 rupiah per orang untuk bisa masuk ke
kawasan museum. Murah, seneng dong. Tapi jangan terlalu berekspektasi tinggi
dengan kondisi museum yang dikelola pemerintah. Museum ini terletak satu lokasi
dengan kantor pemerintahan di rembang. Saat saya datang. Ada banyak pengunjung
lain. Maklum, hari itu hari libur dan masih dekat dengan tanggal 21 April. Soal
21 April ini, hampir semua kantor yang saya lihat di Rembang memasang spanduk
besar-besar di depan kantornya terkait semangat Kartini.
Oke, kembali ke museum. Walaupun kita tahu bagaimana
rata-rata kondisi museum di daerah yang dikelola pemerintah, tapi jangan
khawatir soal keotentikan koleksi. Saya berdecak kagum dengan berbagai perabot
yang digunakan RA Kartini jaman itu. Bisa dibilang sangat mewah. Tentu hal yang
wajar mengingat sang suami adalah bupati yang terkenal kaya raya. Eits, tapi RA
Kartini bukan menikah karena harta. Sepertinya mustahil jika sosok Kartini yang
kita kenal menikah karena alasan harta. Kartini menikah karena diminta oleh
orangtuanya.
Apakah Kartini pernah jatuh cinta?
Itu pertanyaan yang terngiang-ngiang terus dalam pikiran
saya. Jika ia menikah karena disuruh, lalu dimana jatuh cintanya? Eh tunggu,
bisa jadi Kartini jatuh cinta setelah menikah. Seperti kata Ustadz,
jatuh cinta yang sesungguhnya adalah yang setelah menikah. Jatuh cinta setelah
menikah itu insyaallah karena Allah. Loh kok malah bahas ini?
Tapi coba, kalau alasan menikahnya karena ketaatan Kartini
kepada orang tuanya, maka luar biasa cinta Kartini kepada orangtuanya. Ridho
Allah kan ada di ridho orang tua. Keren Kartini.
Hingga dalam salah satu ruangan di Museum Kartini, ada
sebuah tulisan Kartini tentang ini.
Ini tulisan Kartini yang saya baca secara gamblang bicara
cinta pertama kali. Ia mengatakan, dirinya tak bicara tentang cinta antara pria
dan wanita. Menurutnya itu soal yang rumit dan ia tak punya pendapat tentang
itu. Ah Kartini, cintamu terhadap kaummu, bangsamu, dan penciptamu telah
menyebarkan banyak cinta ke pelosok negeri ini. Dan itu lebih berarti.
Kembali ke sosok Kartini. Menurut saya, sosok yang punya
andil besar dalam memasyarakatkan surat dan pemikiran Kartini adalah Ny.
Abendanon. Teman korespondensi Kartini di Belanda. Surat-surat kepada Ny. Abendanon
lah yang secara rapi tersimpan dan terdata hingga terpublikasi dalam sebuah
buku. Dan tentu, karena Kartini menulis. Tulisan itu menjadi bukti otentik atas
pemikirannya. Walaupun, ada juga kontroversi yang mempertanyakan keabsahan
surat-surat Kartini. Ah, bagaimanapun keadaannya pasti selalu ada pro dan
kontra.
Lebih dari itu, saya pribadi mengagumi Kartini. Harum namamu
hingga kini. Semoga sampai pula pesan dan semagatmu kepada kami, kaummu.
Oh iya. Saat keluar museum. Petugas meminta kami menuliskan
pesan dan kesan. Saya menuliskannya panjang lebar, salah satunya “Tim Museum
Kartini coba studi banding ke Museum Ulen Sentalu di Jogja. Belajarlah dari mereka.”