Rona Mentari

tell a story, reap a wisdom

23 September 2011

Assalamualaikum, Salam Indonesia!

Baru semalam aku denger teman sekamar menyanyikan lagu selamat ulang tahun saat jam yang tanpa kusadari menunjukkan pukul 00.06 dan aku masih terjaga di depan laptop dalam tugas mata kuliah.

Baru tadi pagi aku menerima puluhan sms yang secara khusus mendoakan ku di usiaku yang ke 19. Subhanallah. Satu per satu mereka yang aku sayang mengerti akan hari yang sangat penting bagiku. Hari dimana Mama berjuang antara hidup dan mati melahirkanku. Dan untuk pertama kalinya aku menghirup nafas dunia. Satu per satu pesan singkat berjejal memasuki ruang HP tuaku. Berawal dari ucapan Enyak dan Tika lewat BB teman. Deti, Kak Pipin, Nabila, Sari, Tante Nina, Icha Ndut, Citra, seseorang, Dhilla dul dul, Fajar, Astrid, Ira, seseorang, Tika, Dhilla psikologi, Ipul.

Pagi hari, papaku menelfon. Mengucapkan selamat hari kelahiranku. Terimakasih Pah untuk semua yang Papa beri 19 tahun ini.
Tidak ada yang berbeda. Aku beraktivitas seperti biasa di kampus. Sesekali beberapa teman yang mungkin sudah membuka akun FB nya mengucapkan kata selamat itu.
Statistik Komunikasi 2 berlangsung saat HP di kantong kanan surjanku bergetar. Ini nomor HP kakakku, mba ayu.


Aku: Apa Mba Ayu? Aku lagi kelas ni..
Mba Ayu: Bisa keluar bentarr ga, penting nii..
*sekilas bayangan berlebihan berkelebat membayangkan yang seperti di tv-tv. Ah korban media! Aku pun keluar kelas. Terdengar di ujung saluran
Selamat ulang tahun kami ucapkan, selamat panjang umur kita kan doakan, selamat sejahtera sehat sentosa, selamat panjang umur dan bahagia!
Suara melengking khas anak-anak yang tak asing kudengar disana. Iya! Itu pasukan RDM! Pasukan yang memiliki semangat maju yang tinggi. Ah, aku terharu. Satu per satu mereka mengucapkan kata selamat itu di ujung telfon. Hafal aku dengan suara kalian. Dan aku kangen. Pasukan RDM, kalian keren!! Juga kakakku, mba arum mengucapkannya. Tante ku juga, mungkin dia sedang disana. Terimakasih 

Keluarga di Kafha sedang punya hajat hari itu. Gilaa! Habis aku!, begitu awalnya aku pikir. Berusaha menghindar untuk menjadi korban perayaan hari ulang tahun yang mengerikan khas Kafha. Ah, kepedean kau Rona! Haha. Tapi tidak, Kafha sedang punya hajat. Sempat apa menyiapkan tetek bengek adonan?

Santai saja aku mengikuti acara penyambutan anggota baru malam tadi. Seperti biasa pada aktivitas Kafha sebelumnya yang selalu membuatku enjoy. Aku lupa dengan hari ulang tahunku sejenak. Beberapa teman masih mengucapkan selamat hari ulang tahun di sela itu. Sampai sebuah grup yang dijuluki “Chery Bell” oleh MC akan maju kedepan. Anak-anak Kafha memang terlampau pede. Kali ini giliran Kak Tiwi, Kak Devina, dan Kak Novi yang akan menggila. Apalagi ya? Saking semangatnya aku maju kedepan sambil bersiap tertawa menikmati. Aku masih lupa dengan ulang tahunku. Tapi ada yang aku bingung, kenapa mau tampil kedepan nggak ada musiknya? Kenapa di depan laptop nggak ada orang yang bersiap menyalakan musiknya. Sempat sebel karena cukup lama menunggu penampilan yang sepertinya akan bakal meriah ini. Ini aku masih tidak ingat dengan hari ulang tahunku.

Setelah ketiga anggota girl band ini kedepan panggung..
Kak Tiwi: Kita mau nyanyi lagu, yang bisa dan tau lagunya, nyanyi bareng kita yaa... *kira-kira begitu*
BING! Sinyal itu muncul tapi tak kuat. BING!
Happy birthday Rona, happy birthday Rona, Happy birthday happy birthday happy birthday Rona!
Mereka menyanyikan lagu itu. Aku diminta ke depan. Teman-teman menarikku kedepan. Mentari di wajah ku merona. Aha! Aku ingat hari ini ulang tahunku!
Teman-teman berjalan kedepan sembari itu. Nadia memimpin prosesi peniupan dengan lilin obor dan sate sebagai kue ulang tahun. Unik! Ini Kafha ron. First sate for Kafha!

Doa dan pelukan hangat bergiliran menghampiri jiwaku. Subhanallah. Aku tidak sendiri, keluargaku banyak. Banyak sekali bahkan! Aku tidak sendiri Ma! 
Asik saja kulewati acara Kafha setelah nya. Aku bersyukur, tidak ada telur perayaan itu! Bermain gitar bersama Ayu, Niken, dan Ayum sebagai hiburan malam itu. Menghibur ku pula yang sedang berusia 19 tahun ini. A beautiful voice guys! You rock!  I dont wanna wait it vain!

Acara malam itu hampir selesai. Sherly datang menghampiriku, ia berbicara soal kain putih yang hilang di wanita parlemen. Sherly seperti benar-benar bingung. Katanya Bang Benni marah karena mencari kain putih Kafha yang hilang. Dan Sherly ditanyai soal itu oleh Bang Benni. Sherly terlihat jengkel. Aku berusaha menenangkan dengan menepuk bahunya.
Jengkel juga aku “Kenapa yang ditanya justru Permoni yang saat itu tidak di bagiannya?”

“Kenapa tidak tanya artistik saja?” “Kenapa baru sekarang?” “Kenapa?”
Yang ini aku terpancing. Dan untuk saat ini kalian berhasil kawan.
Sherly mengajakku berbicara soal kain putih ke Bang Benni, awalnya aku tidak mau, tapi kasihan Sherly yang sepertinya sangat frustasi. *Akting yang bagus sher!* Heran tapi, Bang Benni di dekat mobil sepertinya sudah siap sekali menyidang kami. JENG JENG. Tapi aneh, ini bukan Bang Benni banget. Apalagi mempermasalahkan kain putih? JENG JENG sudah mulai tercium nih ada bau busuk telur ayam.
Oke, sampai sinilah keberhasilan kalian. Karena aku antara yakin dan tidak yakin akan dikerjain. Tapi prosentase yakin akan dikerjainnya lebih besar dari pada tidak. Haha, I see you guys! Tapi kuturuti saja. Senyum sempat tersungging. Aku pun kembali ke arah Bang Benni dan Sherly setelah kutanyai beberapa teman artistik tentang kain putih SEMU itu.

Namun bau telur busuk itu semakin tercium dengan lagak teman-teman disekitarku. Mereka mendekat ke arahku. Enyak yang dengan pedenya tersenyum sadis membawa botol aqua besar penuh air. Bodohnya, aku diam saja. BYUR! Kuyup aku oleh airnya. Aku fikir itu saja. Tapi!!
AH, sesuatu yang amat sangat terlalu kuhindari sepertinya mendarat di tubuhku. TELUR! ARGHHHH.

Aku jadi bulan-bulanan perayaanku sendiri. Terimakasih untuk lemparan telur yang amat dahsyat itu! Terutama yang di punggung, karena sampai saat aku menulis ini, sakitnya masih terasa. Haha. Tiba-tiba tepung! ARGHHH lagiii. Terimakasih untuk tepung yang dengan pasrahnya aku terima. Dan untuk Kak Dondik, terimakasih untuk lemparan tepung yang tepat memutihkan wajahku! Bahkan sampai ke tenggorokan, karena posisiku saat itu yang sedang tertawa. *Aku emang jarang pake bedak guys, tapi nggak gitu juga kali!* gyahaha.

Bajuku jadi berat oleh adonan telur, tepung, air, dan apapun lagi itu. Ku coba mendekat ke arah mereka, jahil ingin mengotori bajunya. Sherly sepertinya tepat menjadi sasaran empuk pelukan indahku! Tapi TANG! Botol minuman yang ia bawa dengan indahnya mendarat di bagian mulutku. Membuat goresan indah di gusi. Ahahaha. Unforgetable sher! Tapii gapapa. Aku nggak marah sama sekali. Aku malah tertawaa. Teringat beberapa tahun yang lalu ini juga terjadi padaku, tapi aku berada di posisi sherly saat itu. Dan bedanya aku dengan ember! Bukan tempat minum. Lebih parah bukan!. But you know what?! Aku tidak sampai melukai gusi temanku. Aku baru sadar, dia memakai kawat gigi saat itu! Ahahah, ternyata ada gunanya juga behelnya. *ingat ini Ellyna Aisha Sari? Hahaha

Syukurlah, Ayu berbaik hati meminjamkan kemejanya. Setidaknya aku tidak terlihat seperti orang gila saat naik sepeda pulang nanti. Dengan baju penuh goresan indah adonan. Aku dan Ayu pulang bersama, kami berjalan beriringan dengan sepeda.
Sampai rumah, saatnya untuk bersih diri dan mencuci semua ini. Pintu kamar kubuka, berniat memasukkan kaos kaki ke tempat baju kotor. Dan “Happy birthday to you! happy birthday to you, Happy birthday happy birthday happy birthday to you! “

Nayla, Niken, Resti, Yensus, Ayum, Sherly, Dewi, Nimas, lalu Ayu berkumpul di balik pintu dengan kue lucu yang berhiaskan lilin menyala lalu menyanyikan lagu itu. Subhanallah. Keluargaku memang banyakk. Terimakasih teman seperjuangan!
Tambah special lagi dengan membulatnya mataku melihat sebuah postingan ini http://relaxafterhour.blogspot.com/2011/09/rona-becomes-more-special.html ,terimakasih :)
Hari ini spesial. Dan karena kalian aku terus berjuang! 

Ujian itu Indah

Pengalaman ini berlangsung saat bulan puasa 1432 H, Agustus 2011. Seperti biasa, jadwal untuk safari mendongeng maupun thausiyah sudah terjadwal. Salah satunya di Mall Pejanten Village, Jaksel. Karena posisi saya di Jogja, jadi harus pergi ke jakarta dulu, sendirian! Ya untuk pertama kalinya pergi ke acara seperti ini sendiri. Tanpa ada yang mendampingi. Tapi tak apalah, ini perjuangan, pikirku.
Jam menunjukkan pukul tiga sore saat aku baru selesai ambil wudhlu, bersiap untuk sholat ashar. Aku memang sudah bersiap-siap sejak tadi. Kostum, gitar, semua aku persiapkan sendiri dari asrama. Lalu kutelfon operator pesan taksi langganan. Saat itu pukul setengah empat sore. Cukup lama taksi itu muncul, sampai saya harus melewatkan dua taksi yang lewat didepan gang. Hingga akhirnya taksi pesanan itu muncul juga. “Pejaten Village pak..,”kataku. Jarak asrama ke Penvil memang tidak terlalu jauh, jadi aku santai saja. Tapi tunggu dulu, ini Jakarta bos! Jarak 50 meter aja kalo macet bisa satu jam!



Ternyata luar biasa! Ini benar benar macet se macet macetnya. Nglewatin satu gedung aja susahnya bukan main. Sedangkan paling tidak aku sudah harus di lokasi jam setengah 5 sore. Sopir taksi itu mengantarku melalui jalan yang tidak biasa. Aku memang belum paham benar jalan jalan di Jakarta. Tapi aku berpikir positif saja dengan, mungkin, sopir taksi ini mencarikan jalan pintas agar lebih cepat. Sampai aku harus memastikan dua kali “Pejanten village kan ya pak?”, “Iya neng”, jawabnya mantap.

Tiba-tiba taksi memasuki sebuah lobbi yang aku tidak asing. Jam menunjukkan pukul 5 sore. Sudah diluar targetku sebenarnya. Tapi ini bukan PENVILL yang kumaksud. Ini Pacific place! “Sudah sampai neng”, kata si sopir dengan tenangnya. “Pak? Ini kan pacific place?? Bukan pejaten village??” . “Ya ampunnn iya mbak! Saya salahhhh, aduhh maaf2, saya lagi error!”

Taksi melaju lagi. Masyaallah! Sekarang sudah jam berapa? Dan berapa orang yang sudah menunggu saya di pejaten village?? Saya berusaha sabar, saya pikir jarak pacific place ke pejaten village tidak jauh jauh amat. Tapi saya salah! Macet pula. Jantung saya berdebar kencang. HP saya berbunyi, panitia mengatakan sudah menunggu kedatangan saya sejak tadi. Ya Allah, apa salah kuu. Sungguh saat-saat yang tidak ingin saya lalui. Akhirnya setelah berpikir sebentar, saya memutuskan untuk keluar taksi dan naik ojek terdekat. Saya pun turun taksi. Pak Taksi ternyata tidak mau dibayar. Argo yang sudah 45 ribu lebih ternyata tidak mengubah niat baik pak sopir, ia merasa bersalah. Saya berikan 10 ribu sekedar untuk beli minum, ia tetap menolaknya. Yasudahh.

Segera saya naik ojek dengan memangku gitar dengan hardcase yang tidaklah ringan. HP di genggaman terus saya pegang. Saya kontak2an dengan panitia. Saya benar2 takut saat itu. Takut mengecewakan banyak orang. Takut semua perjuangan saya dari jogja ke jakarta sia sia hanya karena masalah ini. Takut saya dibenci banyak orang. Takut sekali.

Saya terus menghubungi panitia. Diatas motor tukang ojek, saya menjelaskan sejujur2nya apa yang terjadi. Jam menunjukkan pukul setengah enam sore. Dan peserta buka bersama telah bersiap untuk ambil wudhlu pada jam ini. Aku pun memberi tawaran kepada panitia untuk merubah jadwal tampil ku setelah maghrib, sehingga waktu lebih leluasa. Aku berusaha meyakinkan panitia. Tak sadar mataku panas, air mata menetes. Sungguh manusia lemah sekali atas segala kekuasaan Allah.
Ojek yang membawaku berkali2 aku ingatkan untuk lebih cepat. Alhamdulillah, sampailah aku di penvil. Pada pukul enam kurang 10 menit. Sedangkan buka puasa di Jakarta jam enam kurang tiga menit.

Aku turun dari ojek, lari-lari ke arah lobbi. Ibu Har, perantara yang mengundangku segera menjemput dan mengantarku ke lantai 3. Anak2 sudah berkumpul.Aku sungguh merasa amat bersalah. Aku minta maaf pada smua yang kutemui disana. Dan alhamdulillah, panitia mengubah jadwalku menjadi setelah maghrib. Setelah sholat

maghrib, aku bersiap mendongeng. Syukurlah, acara hari itu sukses dengan antusiasme anak2 yang luar biasa. Ini memang indah di saat terakhir. Dan pengalaman ini sungguh menguji saya. Terimakasih Ya Rabb.

Total Pageviews

Tentang Saya

My photo
Yogyakarta, Sleman, Indonesia
Seperti mentari yang merona-rona. Mungkin itu alasan sekaligus harapan orang tua saya memberi nama Rona Mentari. Saya adalah juru dongeng keliling. Storytelling Activist. Dongeng menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan saya. Salam kenal! Mari bersilaturahim juga via instagram di @mentarirona

Tentang Blog Ini

Blog ini adalah catatan tulisan berdasarkan pengalaman, cerita, karya, dan berbagai cerita penulis - Rona Mentari. Kadang juga berisi celotehan kekesalan berbentuk puisi atau sekedar kegundahan tentang sekitar.

Popular Posts

Powered by Blogger.

Followers