Rona Mentari

tell a story, reap a wisdom

Way to Gili Terawangan

Assalamualaikum..
*love mommy*:)


lanjuttt manggg...

Oke setelah kenyang oleh kuliner lezat ini, kami melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan. Bangsal namanya. Kami berencana ke Gili Terawangan. Eit, tapi tunggu dulu. Ternyata mobil tidak bisa berhenti di pelabuhan seenaknya. Kami digiring untuk berhenti di sebuah terminal. Disana kami sudah diarahkan untuk menaiki dokar. Dua puluh ribu adalah penawaran pertama. Gila, mahal sekali. Awalnya sebel juga. Tapi mungkin ini cara pemerintah untuk sekedar berbagi rejeki dengan para pak kusir. Kami bayar 15 ribu rupiah.

Nikmatnya naik kendaraan tanpa asap ini... *menarik nafas dalam-dalam.
.....
Sudah sampai di bangsal, ternyata jalan dari terminal ke pelabuhan sangat amat dekat sekali! Bayangin aja, naik dokar nggak sampe 5 menit! Ah, tapi tak apa. Ini rejeki mereka. Sampai di Bangsal kami membeli tiket perahu menuju gili terawangan seharga 10.000 per orang, lalu menunggu sampai penumpangnya berjumlah 25 orang. Pelabuhan kecil ini kurang terawat. Mungkin sama seperti pelabuhan-pelabuhan Indonesia pada umumnya. Tapi terlalu buruk untuk salah satu tujuan wisata dunia, Gili Terawangan. Karena tidak sedikit turis asing yang juga akan menyeberang. Ditambah lagi dengan perilaku kurir lepas pelabuhan yang ‘memaksa’ untuk membawakan barang. Sepertinya para turis itu sudah paham, mereka segera langsung menolaknya. “No no thankyou. Its okay” Tapi terkadang mereka harus menggunakan nada yang lebih tinggi untuk mengingatkan para kurir yang ngeyel. Terlebih lagi kalo sudah ditolak, kurir-kurir itu terkadang mengumpat mereka. Dalam bahasa inggris aksen lombok tentunya.



Panggilan dari pengeras suara untuk para penumpang yang sudah berkarcis terdengar. Kami menuju ke perahu. Tapi wow, ternyata penumpang perahu bukan hanya manusia, tapi banyak barang dagangan atau logistik-logistik yang akan diantar kesana. Tidak ingat pasti apa saja logistik dalam perahu. Yang paling diingat adalah berkardus-kardus Bir Bintang (minumannya wisatawan, terutama manca), dan 2 sepeda gunung polygon (karena tepat didepan saya duduk dan beberapa kali menjatuhi badan saya karena goyangan yang disebabkan gelombang laut = =’). Setelah diangkut oleh kuli-kuli panggul. Dan memenuhi hampir seluruh ruang tengah perahu. Kami diijinkan masuk.


Penuh sesak, tapi tak masalah. Namanya juga naked traveller. “Brummm”, mesin perahu ber merk yamaha di ON kan oleh si nahkoda. Dan kami tinggal landas di air. Gelombang laut kali ini cukup manja. Hanya sesekali menggoda kami dengan ombak besarnya. Tidak cukup rasanya kalo hanya diam membisu di dalam perahu. Tangan saya gatal untuk memotret lebih bebas. Lalu dengan sedikit ribet saya naik ke ujung perahu menemani si penjaga tali jangkar perahu. Saya duduk disana, diam. “Subhanallah”, indah. Bebas. Tiga gili di depan saya samar-samar terlihat. Menyapa manis.
“Jepret, jepret, jepret” Setelah beberapa kali mengambil gambar dengan kamera tua saya, saya kembali ke dalam. Anginnya cukup kuat, takut masuk angin.


Lalu duduk kembali di perahu diantara kedua kakak saya. Menunggu sambil sekedar tutup mata ‘pura-pura tidur’ menikmati perjalanan perahu untuk sampai ke pulau itu. Gili Terawangan 
Bersambung ...
Wassalamualaikum..

Total Pageviews

Tentang Saya

My photo
Yogyakarta, Sleman, Indonesia
Seperti mentari yang merona-rona. Mungkin itu alasan sekaligus harapan orang tua saya memberi nama Rona Mentari. Saya adalah juru dongeng keliling. Storytelling Activist. Dongeng menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan saya. Salam kenal! Mari bersilaturahim juga via instagram di @mentarirona

Tentang Blog Ini

Blog ini adalah catatan tulisan berdasarkan pengalaman, cerita, karya, dan berbagai cerita penulis - Rona Mentari. Kadang juga berisi celotehan kekesalan berbentuk puisi atau sekedar kegundahan tentang sekitar.

Popular Posts

Powered by Blogger.

Followers