Tentu
kita pernah mengalami masa kanak-kanak. Setidaknya bagi saya yang sudah tidak
anak-anak lagi. Dulu, saya sering bermain bersama kakak dan teman-temannya.
Senang sekali bermain dengan yang lebih tua, rasanya kita juga sudah lebih
dewasa. Berkali-kali bermain petak umpet-bersama yang lebih tua, saya sering
disebut dengan ‘bawang kopong’.
“Udah,
Rona bawang kopong aja..,” kata anak-anak yang lebih dewasa.
Saya
tentu tidak keberatan. Bagaimana tidak? Saya masih bisa bermain bersama
anak-anak yang lebih dewasa, dan tak perlu takut untuk kalah dalam permainan,
karena saya adalah bawang kopong!
Pernah
dengar istilah bawang kopong? Bagi yang belum tahu, ini adalah istilah dalam
permainan saat saya masih kanak-kanak. Dimana ketika seseorang diberi label
‘bawang kopong’, itu berarti ia tetap diperbolehkan bermain tapi peraturan
tidak akan berlaku untuknya. Jadi sebenarnya ia ada, namun tak ada. Dalam
permainan ini sebenarnya bawang kopong itu adalah sosok yang tidak dianggap.
Tidak akan dapat hukuman bila kalah (walau biasanya memang selalu kalah karena
dianggap lemah) dan kalau menang pun tidak dianggap (ini jarang sekali
terjadi). Intinya, secara fisik ada, tapi tak berpengaruh.
Saat
masih kanak-kanak, tentu menjadi ‘bawang kopong’ seru saja. Sampai akhirnya
saya menyadari satu hal saat ngobrol santai dengan kakak.
Apa
itu?
Ngeri
juga ya kalau di usia sekarang kita menjadi bawang kopong. Ada secara fisik,
tapi tiada. Tidak ada pengaruhnya ada kita atau tidak di sebuah lingkungan. Tak
ada yang merasakan kehadiran kita. Lebih dari itu, tidak ada yang merasakan
manfaat dari adanya kita.
Seperti
bawang kopong, ada tapi tiada.
Rona Mentari
00.54
2 komentar:
banyak juga yaa sebagian dari kita yang ibaratnya cuman pingin eksis akibat pengaruh dari pergaulan yang mungkin bisa disebut juga "bawang kopong" jadinya.. jangan sampe dehh ya Allah..
postingan yang bagus..
http://obatherbaluntukpenyakitvarises33.wordpress.com/
Post a Comment