Rona Mentari

tell a story, reap a wisdom

Festival Bercerita di Singapura

Hari sudah sore saat kaki ini menapakkan kaki di Bandara Changi Internasional Singapore. Delay waktu hampir dua jam di Indonesia membuat jadwal awal jadi berubah. Bersyukur bisa makan gratis di lounge sambil nungguin delay. Kalau engga, butuh dana lebih buat memadamkan kelaparan di atas pesawat. Kan mahal.. *sambil nunjukin kartu mahasiswa*.


Saya ke Singapore dalam rangka Singapore International Storytelling Festival. Awalnya berencana pergi bareng temen, terus kemudian sendiri, tetapi akhirnya saya pergi berdua, bersama sepupu, Via namanya. Mahasiswi kedokteran hewan UGM ini beberapa kali gagal liburan. Dengan alasan tutorial, temen ngga jadi berangkat, dan lain-lain. Karena iba melihatnya, dengan kebaikan hati seorang kakak sepupu, maka saya menawarkan untuk ikut ke Singapore bersama. Hehehe. Yes, kami berdua.

Sampai di Changi, sudah ada teman saya, Bening, mantan mahasiswa NTU yang baru aja wisuda. Dia membawa kertas bertuliskan nama saya. Asik, udah cocok jadi guide Ning! Alhamdulillah, karena sebuah forum bernama Forum Indonesia Muda, saya jadi punya banyak temen. Salah satunya di Singapore ini. Jadi mereka lah yang saya repotkan mulai dari tanya-tanya sampai jemput kesana kemari di SG. Selain Bening ada juga Kak Vina yang udah lulus S2 dan sedang internship di SG, lalu Ridwan yang kerja dan tinggal di SG bareng istrinya, dan banyak teman lainnya dibawah naungan Forum Indonesia Muda ini. J

The Festival


Berawal dari bergabungnya saya di sebuah grup storyteller Wellington, New Zealand. Saya jadi kenal banyak storyteller dunia, di dunia maya, salah satunya Singapore. Sedikit stalking soal storyteller di Singapore. Ternyata mereka punya jaringan yang sudah teroganisir dengan baik dan diakui pemerintah. Mereka juga sering mengadakan acara-acara. Wah iri sekali dengan mereka. Karena di Indonesia sepertinya belum ada yang seperti ini. Kalaupun ada adalah komunitas yang dibangun sendiri oleh para pendongeng. Itu pun biasanya terkotak-kotak. Belum bisa mengumpulkan semua jenis storyteller. Dan belum ada jaringan storyteller resmi yang diakui pemerintah. Ternyata benar, stalking saya tentang storyteller di Singapore semua terbukti saat sampai di The Art House, venue tempat diadakannya SISF (Singapore International Storyteller Festival). Betapa pentingnya mereka menyadari sebuah cerita sehingga pencerita pun juga dianggap penting.

Satu hal yang paling saya suka adalah tagline dari SISF 2013 kali ini, yaitu “weaving words, connecting cultures” yang secara bahasa berarti “menenun kata, menghubungkan budaya”. Dalam festival ini, selain bertemu dan menjalin relasi dengan teman-teman storyteller dunia, saya berkesempatan untuk bercerita, ikut workshop, dan menonton International Storyteller Showcase. Mereka berasal dari berbagai belahan dunia. Yang terbanyak tentu saja dari Singapore. Yang lain ada dari Newyork, Australia, Alaska, France, Malaysia, Philippines. Sayangnya, dari Indonesia, hanya saya satu-satunya. Jadi kudu pinter-pinter berbaur deh.

Bukan hanya professional storyteller, ada juga banyak profesi yang sengaja datang menikmati pertunjukan di festival karena kesadaran mereka atas pentingnya sebuah cerita. Dalam storyteller showcase oleh Singaporean, ada tujuh storyteller yang bercerita. Bermacam-macam cerita yang mereka sampaikan. Ada yang tentang fantasi awal munculnya matahari di siang hari dan bulan di malam hari, sampai cerita Abu Nawas yang sudah biasa saya dengar di Indonesia. Berbeda dari kebanyakan di Indonesia, pertunjukan cerita ini lebih banyak ditonton oleh orang dewasa. Jadi storyteller pun cukup terbantu dengan penonton yang nggak ribut atau tiba-tiba nangis pengen pipis. Hehe. Ya, pertunjukan dongeng disana dibuat sedemikian rupa seperti sebuah pertunjukan seni. Dengan standar yang tidak boleh ada kamera dan tidak boleh keluar ruangan selama pertunjukan berlangsung. Jadi, saat ruangan sudah dikondisikan seperti ini, secara otomatis akan membuat audiens fokus. Seperti dibawah ini stage nya.


Storyteller dari Singapore ini juga semuanya dewasa. Tebakan saya, semua diatas 30 tahun. Tapi jangan salah, mereka masih punya semangat dan kemampuan yang oke. Salah satu yang paling menarik adalah duo pencerita keturunan India, namanya Kiran dan Rosemariah. Kedua perempuan ini bercerita dipadu drama. Tingkah polahnya sering mengundang gelak tawa penonton, termasuk saya. Interaksinya dengan penonton juga menarik dan sesuai dengan isi cerita. Itu yang membuat kita sebagai audiens hayut dalam cerita mereka. Oh iya sebelumnya maaf jarang ada gambar, terutama saat aktivitas saya dan storyteller yang lain. Pertama saat showcase gaboleh ada kamera. Kedua, selama acara, saya sendiri *nggak bawa temen* jadi nggak ada orang buat dimintain tolong motret :D hehe.

Ada juga storyteller dari Amerika yang nyentrik dandanannya. Tapi jujur di tengah cerita sampai akhir, saya nggak ngerti apa yang dia ceritakan. Hahaha. Ia menggunakan cara bercerita seperti puisi. Di beberapa bagian ia berbicara dengan tempo sangat amat cepat. Goodbye! Hahaha. Yang menarik lagi ada storyteller dari Alaska. Ia bercerita tentang seorang anak yang ingin menjadi penari burung. Awesome! Dengan memamerkan kostum tradisi tarian burung yang ia bawa dari Alaska, interaksi dengan penonton, backsound suara, dan ekspresinya, menurut saya ia pintar memodifikasi sebuah cerita menjadi pertunjukan yang apik. Dan banyak lagi berbagai cara bercerita yang tentu menjadi wawasan baru bagi saya.

Tapi, well, secara keseluruhan, saya masih bisa bilang bahwa Indonesia punya banyak storyteller berbakat yang nggak kalah sama mereka. J

Dalam workshop saya berkesempatan menampilkan sebuah cerita. Tidak lupa bawa wayang dan diawali dengan suluk. Suluk itu adalah introduction dalam adegan wayang. Diucapkan dengan nyanyian mendayu oleh dalang, dengan bahasa jawa kuno. Tapi kali ini jelas pakai Bahasa Inggris. Maunya sih Bahasa Jawa aja :D

Saya bertemu Len Cabral, storyteller dari Amrik yang ada dalam workshop itu. Kami banyak ngobrol. Storyteller berambut gimbal yang nyentrik ini juga sangat apresiatif dan memberi saya banyak ilmu. Di akhir, saya sengaja memberikan wayang kulit yang sebelumnya saya tampilkan, kepada Len. Katanya ia akan pakai suatu saat nanti saat bercerita. My pleasure! J Ssst, salah satu mimpi saya adalah bercerita di Amerika. Semoga ini awal yang baik untuk salah satu mimpi saya itu. Amin.


Ya, hari-hari itu membuat binar mata saya berlebih-lebih. Allah Maha Baik memberi kesempatan itu. Semoga bekal yang baik juga untuk kedepannya. J





















*Foto kiri: Ini dia storyteller Kiran dan Rosemariah yang berhasil buat saya terpingkal!
*Foto kanan: Bersama Kamini, ia adalah singapore storyteller sekaligus juga art director disini. Dia lah yang jadi perantara saya dan program ini. Fotonya merem, kami lagi ngobrol sambil ketawa2 soalnya, nggak fokus. Hehe



0 komentar:

Total Pageviews

Tentang Saya

My photo
Yogyakarta, Sleman, Indonesia
Seperti mentari yang merona-rona. Mungkin itu alasan sekaligus harapan orang tua saya memberi nama Rona Mentari. Saya adalah juru dongeng keliling. Storytelling Activist. Dongeng menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan saya. Salam kenal! Mari bersilaturahim juga via instagram di @mentarirona

Tentang Blog Ini

Blog ini adalah catatan tulisan berdasarkan pengalaman, cerita, karya, dan berbagai cerita penulis - Rona Mentari. Kadang juga berisi celotehan kekesalan berbentuk puisi atau sekedar kegundahan tentang sekitar.

Popular Posts

Powered by Blogger.

Followers