Rona Mentari

tell a story, reap a wisdom

Tersesat di Hatyai

Bismillahirrahmannirrahim..


Mungkin salah satu hal paling menakutkan sekaligus menyenangkan ketika sedang berkunjung ke sebuah daerah adalah tersesat! Namanya juga travelling, get lost menjadi hal yang biasa. National Geographic aja punya program khusus “Let’s Get Lost”. Eh program khusus atau sebutan untuk NG Adventure nya aja ya? Pokoknya ada get lost get lost nya deh. Hehe.


Jadi ceritanya, saya dan kakak sedang ada program di Malaysia. Halimah, teman saya yang rekomendasiin program itu. Nah, melihat ada peluang ke Thailand dengan kereta dari KL, kenapa kita tidak lanjutkan perjalanan kesana? Yes, saya dan kakak memutuskan untuk berangkat ke Hatyai, Thailand dari KL menggunakan kereta selama 20 jam! Eh, tapi tenang dulu, syukurlah kereta disini ada beberapa pilihan. Salah satunya 'sleepers' yang artinya ada tempat tidur. Jadi bayangkan aja sebuah hotel bergerak yang membawa kita dari satu negara ke negara lainnya dengan pemandangan alam yang bikin mata segar. Aha!


Sampailah kita ke Hatyai dan dimulailah petualangan kami. Kita sih mirip-mirip aja sama orang Thailand, tapi bahasanya itu lo. “Tak tuk tarak tuk plak”, itulah yang saya denger kalau orang Thailand sedang bicara. Hurufnya juga super duper unik. Lebih mirip sama aksara jawa. Huruf cacing kita nyebutnya. Bener-bener have no idea! 


Kecuali pas lihat foto dibawah ini, jelas kita tahu kalo ini foto tanda ada sebuah pernikahan didalam. Dua nama orang yang menikah, seperti yang sering ada di Indonesia. Hahaha.

                                               


Oke, jadi bagaimana kita tersesat di Hatyai?


Saat itu kami pergi dari hotel ke tempat-tempat unik. Seperti pasar, tempat-tempat ibadah, masjid, pusat perbelanjaan barang khas, dan kulineran menggunakan Tuk-tuk. Tuk-tuk ini adalah alat transportasi populer di thailand. Semacam Bemo kalau di Jakarta. Nah kami pun berniat untuk pulang. Kami menginap di PB Grand Hotel yang tempatnya memang bukan di pusat turis. Kami bilang ke sopirnya “PB Grand Hotel”. Bapak itu mengiyakan. Eh setelah perjalanan cukup panjang, kami diantar ke Grand Hotel, bukan PB Grand. Wrong way. Saya bilang kalau bukan ini hotel yang saya maksud. “PB Grand Hotel”, kata saya menggunakan cara berlatih vokal teater selama ini. Biar jelas. Ia mengiyakan. Kami diantar lagi. Jalan cukup panjang dan kami belum sampai juga.

Disinilah salah satu kekurangan Tuk-tuk, tidak bisa berkomunikasi dengan baik dengan sopirnya. Karena sopir di depan dan kita dibelakang terhalang sama besi penutup. Jadi kami nggak bisa leluasa memberi tahu kalau sepertinya ini bukan jalan yang tepat. Atau setidaknya tanya, apa mereka tahu PB Grand Hotel karena kami juga ngga tahu jalan.

Hingga akhirnya mampirlah Tuk-tuk ini ke pom bensin. Tinggal kami berdua penumpang yang tersisa. Dan hari sudah mulai gelap. Kesempatan ini kami gunakan untuk menanyakan ke Pak Sopir. Benar saja, ternyata Pak Sopir memang tidak tahu dimana hotel kami berada. Selain mengisi bensin, ia berusaha bertanya kepada petugas pom bensin dimana letak PB Grand Hotel. Saya dan Kakak turun untuk ikut menjelaskan setahu kami. Yang kami tahu adalah sebatas, PB Grand Hotel ini warnanya merah, berada di pinggir jalan raya besar seperti by pass. Jalannya bernama RadUthid.

Saya udah bilang RatUthid Road ini berkali-kali tapi Bapaknya juga belum ngerti. Atau mungkin saya yang salah mengucapkan? Bisa jadi. Makanya saya coba tuliskan pakai huruf latin. Percakapan kami di pom bensin cukup lama. Antara saya dan kakak, sopir Tuk-tuk, petugas pom bensin, dan seorang lainnya yang berusaha membantu. Lucu sekali kalau ingat saat itu. Kami semua berusaha bicara satu sama lain tapi menggunakan bahasa yang berbeda. Bahasa tubuh udah nggak mempan lagi kali ini. Malah kami sempet ngobrol tentang dari mana asal kami dan seterusnya. Saya capek juga. Karena mau pakai Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa pun mereka ngga paham. Begitupun saya ngga paham dengan bahasa mereka. Bahkan saya sempat iseng pakai bahasa planet saat udah mulai lelah. Kakak saya cekikikan aja. Bahasa Planet maksudnya bahasa asal, asal “taraktungplangbengdur” gitu. Toh mereka juga sama-sama ngga paham. Hahaha.

Hingga akhirnya, Pak Sopir memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sepertinya ia sudah mendapat ilham dari obrolan unik bin kocak tadi. Pak Sopir mengemudikan Tuk-tuk dengan perlahan. Sekitar 15 menit berjalan, kami melihat sebuah bangunan dengan warna dominan merah melambai-lambai ke arah kami. Benar! Itu PB Grand Hotel! Kita berteriak heboh ke Pak Sopir. Kami turun dan berterimakasih kepada Pak Sopir, kami memberinya uang melebihi perjanjian awal. Jelas saja kami beri lebih karena sudah terlalu banyak menghabiskan bensin Tuk-tuk. Ia sempat menolak, tapi kemudian kami paksa untuk menerima. Alhamdulillah kami sampai.

Oh iya, orang-orang Hatyai baik-baik. Pak Sopir barusan juga sangat baik, tetep sabar nganterin kita yang kehilangan arah dan ia tidak meminta uang lebih. Mungkin jalur yang dilalui memang bukan jalur Tuk-tuk nya karena di awal gagal paham soal nama hotel.  Bahkan mungkin itu sudah diluar jam kerjanya mengendarai Tuk-tuk.

Sampai hotel kami sudah lelah. Ketawa-ketiwi sendiri kalau ingat kejadian barusan. Yaiyalah mereka ngga paham dengan tulisan Jalan RadUthid yang tadi kita tulis. Mereka kan pakai huruf cacing, dan yang kita tuliskan adalah huruf latin.

Dan, tebak apa yang saya temukan saat merapikan barang bawaan?

Kartu nama hotel lengkap dengan alamat berhuruf cacing! Jeder. Dari tadi saya bawa kartu nama itu, tapi ngga kepikiran untuk memberikan langsung ke Pak Sopir!

Sampai jumpa lagi.

Perjalanan Commuterline dan 70 Tahun Indonesia Merdeka

Siang ini setelah mengikuti upacara kemerdekaan istana negara didepan layar kaca. Saya menaiki commuterline yang khusus hari itu gratis karena memperingati hari kemerdekaan. Sengaja saya berdiri di pinggir pintu kaca. Agar bisa leluasa memandang keluar. 

Atribut merah putih tak bisa terhindarkan dari pandangan mata. Dari bendera kain yg berkibar di depan rumah. Sampai kantong plastik kresek berwarna merah dan putih yang sengaja digembungkan dan dipasang bergantian menghiasi sebuah halte bis tua. 

Dan ini sejumput potret peringatan kemerdekaan melalui perjalanan singkat commuterline yang berhasil saya rekam dalam ingatan.


Saya melihat lapangan kecil di pemukiman, ramai oleh kanak-kanak berlomba. Lalu tiang lomba panjat pinang yg tegak berdiri siap disoraki. Lalu siswa siswi berjalan bersama pulang sekolah. Lalu remaja-remaja berseragam sekolah yang tiduran di warung kopi melepas lelah, agaknya kelelahan mengikuti upacara tadi. Lalu sepasang remaja putih abu abu, menyepi duduk dibawah pohon sambil senyum-senyum sendiri. Lalu sampah yang beterbangan dibuang dari ember ke pinggir rel kereta oleh seorang pemuda. Lalu tumpukan sampah seluas lapangan tenis. Lalu telpon seluler yang tidak berhenti berbunyi. Lalu sebuah keluarga kecil bepergian. Lalu ratusan batu nisan di sebuah komplek pemakaman dengan segelintir peziarah. Lalu sebuah celetukan bahwa hari ini ada banyak diskon di berbagai pusat perbelanjaan. 


Selamat memperingati 70 tahun Indonesia merdeka. Negara yang lahir atas juang luar biasa pendahulunya. Negara yang lahir dengan semangat mempersatu nusa dan bangsa tanpa menyamakan keberagaman didalamnya. Negara yang lahir dari pemimpin yg tetap berdiri tegak walau peluru bersarang di tubuhnya. Negara yang lahir dari mereka yang tak pernah menyia-nyiakan detik demi detik waktu yang Allah berikan padanya. Negara yang lahir atas kesantunan orang-orangnya pada sesama manusia, bumi, dan seluruh isinya. 

Merdeka!

(Sumber foto: Google images)

Maksimalkan Ramadhan dengan Smartphone

Bismillahhirrahmaanirrahimm

Perkembangan teknologi tidak bisa kita hindari. Menjadi hal lumrah saat smartphone atau telepon pintar berada di genggaman masyarakat era sekarang. Mulai dari berkomunikasi dengan teman berbeda benua, jual beli barang, mesin pengingat otomatis, sampai mengedit video, semua bisa dilakukan hanya dengan menggerakkan jari. Kemudahan serasa dalam  genggaman. Tetapi kemudahan ini memiliki dua mata pisau. Bisa bermanfaat dengan baik atau sebaliknya, justru akan memberikan banyak mudharat pada penggunanya. Namun sekali lagi, pilihan itu ada pada kita.


Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah SAW memberi kabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, "telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa'." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)

Memasuki Bulan Ramadhan yang penuh berkah dan kabar gembira ini, ada baiknya kita mengingat kembali apakah smartphone di tangan kita selama ini telah memberi manfaat baik atau malah buruk?
Jika masih merasa tidak mendapat banyak manfaat baik dari smartphone kita, jangan khawatir, Bulan Ramadhan ini adalah momen kita memaksimalkan ibadah di Bulan Ramadhan dengan smartphone. Kita patut bersyukur, tidak sedikit dari pemuda-pemuda kreatif dunia yang menciptakan berbagai sistem dan aplikasi untuk memudahkan kita dalam beribadah. Sebut saja One Day One Juz atau disingkat ODOJ. ODOJ adalah sebuah gerakan mengaji satu hari satu juz menggunakan grup whatsapp. Sampai saat ini penggunanya sudah banyak dan tersebar di Indonesia bahkan dunia. Dari anak-anak sampai ibu-ibu berpartisipasi di grup ini. ODOJ memungkinkan kita terpacu untuk berkomitmen menyelesaikan membaca 1 juz dalam sehari. Bayangkan jika Bulan Ramadhan ini kita ikut ODOJ, setidaknya kita mampu mengkhatamkan Alquran satu kali. Insyaallah.

Pahala yang berlipat menjadi salah satu hal yang dijanjikan Allah di Bulan Ramadhan ini. Siapa yang tak mau memanfaatkannya? Sholat lima waktu tentu sudah rutin kita lakukan, tapi bagaimana dengan sholat di awal waktu? Banyak aplikasi android maupun apple yang akan mengingatkan kita pada waktu sholat. Hal ini tentu menghindarkan kita dari mengakhirkan waktu sholat. Aplikasi Muslim Pro dari Apple misalnya. Aplikasi ini memiliki berbagai fitur seperti jadwal sholat lengkap dengan adzan otomatis. Ada juga kompas arah kiblat agar kita dapat dengan mudah menentukan arah kiblat dimanapun berada. Bahkan informasi masjid terdekat di sekitar kita pun ada. Aplikasi ini juga dilengkapi pengingat setiap hari untuk membaca ayat Alquran.


Penyedia aplikasi dari negeri sendiri dari Badr Interactive juga bisa menjadi pilihan. Aplikasi Learn Qur’an misalnya, sebuah aplikasi untuk belajar membaca Alquran dari nol hingga mahir sesuai kaidah tajwid yang benar. Badr juga mengeluarkan aplikasi Quran Prize, sebuah aplikasi berbasis web yang bisa mengukur kualitas hafalan Quran kita dan mendapatkan skor yang terstandarisasi dengan baik layaknya skor TOEFL. Aplikasi dan sistem semacam ini cukup banyak yang bisa diunduh gratis, kita bisa memilih dan memanfaatkannya sesuai kebutuhan. Jangan sampai smartphone di genggaman kita justru menjadi bumerang yang menghambat kita beribadah dengan maksimal di Bulan Ramadhan.


Jangan sungkan juga untuk ijin sementara di grup-grup whatsapp, blackberry messenger, atau line yang biasanya ramai dan lebih sering membicarakan hal tidak penting agar kita fokus dalam ibadah. Semoga di Bulan Ramadhan ini kita mampu menjadi pribadi yang lebih baik, menjauhkan diri dari kemudharatan dan mendekatkan hati dengan kebaikan serta rahmat Allah SWT. Amin. (RM)

(Dipublikasikan di kolom Ramadhan Koran Minggu Pagi Edisi Minggu pertama Ramadhan)

"Habis berantem sama pacarnya ya Mbak?"



Bismillahhirrahmannirrahim..

“Prak”, telpon seluler saya tidak sengaja jatuh dari genggaman tangan. Saya tidak sedang berlari saat itu. Berdiri biasa. Hanya saja, apes-nya, layar telpon seluler tersebut tepat berbenturan ke aspal. Apa yang terjadi? 

Seperti ini. Praktis hampir seluruh layar retak. 

 
Menyesal tak memakai leathercase yang biasanya dipakai. Tapi bukan ini yang mau saya sampaikan. Tetapi apa yang terjadi setelahnya.

************
Setiap orang yang melihat kondisi layar telpon seluler saya bisa dipastikan akan mengerutkan dahi. Sebagian besar awalnya tak percaya kalau hanya jatuh begitu saja. Tapi teman-teman kemudian paham setelah saya jelaskan, termasuk dengan menjelaskan harga murah telpon seluler yang sebelumnya sangat saya banggakan tersebut.

Dan disini ceritanya.

Setelah mencari tahu sana-sini, saya yakin bahwa mengganti LCD adalah cara paling tepat untuk memperbaiki. Saya membawa telpon seluler tersebut ke sebuah toko servis HP. Saya sudah terbiasa dengan respon keheranan saat melihat kondisi HP saya, termasuk penjaga toko servis. Ia spontan berkata, “Habis berantem sama pacarnya mba?”. Saya spontan tertawa kecil. Menganggap itu hanya sebuah gurauan. Petugas itu masih terheran dan ‘memamerkan’ kondisi telpon seluler saya ke teman-temannya. Semua sama, heran.

Kemudian saya pindah ke lain konter. Di konter sebelumnya harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan harapan. Terlalu mahal. Saat mengeluarkan telpon seluler tersebut untuk kedua kalinya, bisa ditebak, petugas toko terheran-heran seperti di toko sebelumnya. Ia memperlihatkan kepada temannya. Temannya menatap ke arah saya sambil berkata, “Habis berantem sama pacarnya Mbak?”

Saya tersenyum dibuat-buat. Mereka jelas tidak mengenal saya. Tidak perlu saya jelaskan tentang bahwa saya tidak ... ah tidak perlu, itu tidak penting.

Tapi sekarang justru saya yang dibuat heran. Kenapa? Karena respon yang sama. Berantem sama pacar?

...................

Apa itu yang benar-benar ada dalam pikiran mereka? Apa itu hal yang idealnya menjadi sebuah sebab dari rusaknya LCD telpon seluler? Apakah membanting telpon adalah hal yang lumrah dalam sebuah pertengkaran di hubungan bernama pacaran? Apa itu yang benar-benar normal terjadi saat ini? Respon spontan kan berarti apa yang ada di top of mind seseorang, sadar atau tidak.

Kemudian saya berpikir, kenapa mereka tidak merespon dengan berkata seperti ini misalnya:

“Habis nyoba seberapa kuat gorilla glass HP nya pake palu ya mbak?” atau

“Habis ngelempar maling pake HP nya ya mbak?” atau

“Habis ngeganjel pintu masjid biar anak-anak TPA bisa masuk dengan cepat pake HP ya mbak?” atau

“Habis mecahin es batu buat anak kecil yang nangis minta es pake HP ya mbak?” atau

“Habis nguleg sambel pake HP ya mba?”

Oke, saya agak berlebihan. Tapi saya sedih aja dengan respon tadi. Pacaran --> berantem --> banting hp adalah proses yang asing bagi saya. Tapi kenapa responnya sama? Habis berantem sama pacar? :(

Eh, tapi tunggu, apa responmu saat seseorang yang tidak kamu kenal sebelumnya, memperlihatkan telpon seluler dengan kondisi seperti tadi? Jujur.

Semoga kamu bukan orang kebanyakan.

Gamelan di Wellington

Anna, seorang puppeteers di Wellington yang mengajak saya datang ke sebuah tempat dimana saya bisa menemukan seperangkat gamelan lengkap disana. Tentu tawaran yang menarik, walau sejujurnya yang saya bayangkan hanya beberapa instrumen gamelan.


Ternyata dugaan saya salah! Saya berada diantara instrumen gamelan lengkap dan ratusan wayang kulit asli Indonesia. Bertempat di sebuah aula sederhana, gamelan dan wayang itu menghuni.
 


Hari itu, ada latihan gamelan rutin oleh orang-orang NZ. Saya dipertemukan dengan empu nya gamelan dan wayang ini. Seorang ibu berusia sekitar 60 tahunan. Ia bercerita, semua ini dibawa almarhum suaminya dari Indonesia, tepatnya dari Cirebon.

Permainan gamelan mereka sederhana saja, yang menarik adalah penggunaan saxophone yang berbaur diantaranya. Tapi itu bukan yang terpenting, yang penting adalah, mereka berlatih gamelan!


28/11/2014

Kunang-kunang

Kenapa Kunang-kunang selalu jadi makhluk magis bagi para penulis, perindu kasih, dan perangkai makna?
.....
Bunda Tatty Elmir mengenalkan Kunang-kunang kepadaku. Sebagai pahlawan di jalan sunyi. Penerang di gelapnya sekitar. Yang tak terbuai sorot lensa. Yang tak redup oleh pandangan hati. Ya, Kunang-kunang mencahayai sekitar, dimanapun berada.

Clara Ng mendongengkannya padaku. Ia bilang. Kau tahu kenapa dia dipanggil Kunang-kunang? Aku menggeleng. Karena ia terlalu spesial untuk hanya disebut sekali saja, Kunang. Jadi diulang dua kali untuk menunjukkan betapa hebatnya dia, Kunang-kunang.



Tere Liye berujar. Kalian lihat Kunang-kunang itu. Aku mendongak melihat kumpulan Kunang-kunang yang terbang disekitarku. Terbang dengan cahaya di ekornya. Kecil tapi indah. Begitulah kehidupan. Kecil tapi indah. Seekor Kunang-kunang hanya bisa menyalakan ekornya semalaman, esok-pagi, saat matahari datang menerpa hutan kecil ini, lampu Kunang-kunang itu akan padam selamanya. Mati. Pergi. Tapi ia tak pernah mengeluh atas takdir yang sesingkat itu. Lalu aku bertanya pada diri sendiri, kapan terakhir kali aku mengeluh? Ah, mereka bahkan tidak pernah menangis atas nasib sependek itu. Malam ini, meski mereka tahu besok akan pergi, mereka tetap riang terbang menghiasi hutan. Menyalakan lampu. Memberi terang sekitarnya.




Bunga Temanku


Tepat dua hari lalu

Saat canda dan sapa selalu ada diujung meja kayu. 
Pojok kantin kampusku.
Hangat memeluk kami yang jelas jelas tak padu.
Namun harmoni dalam nyanyian merdu.

Sampai sosokmu samar beradu.
Diantara silauan matahari di langit biru.
Sang bunga yg menghiasi halaman rumahku.

Tapi bukan bunga yang terakhir kutemui dulu.

Hati menderu.
Kemana mahkotamu?
Kemana kilauan madumu? 

Aku tahu kau tentu juga menderu.
Kau mungkin tau apa isi deruan hatiku.
Kita hanya tertawa saat itu.
Aku berusaha tak kelu.
Padahal ada gemuruh yang amat pilu.
Aku berusaha tak kaku.
Padahal mendadak tubuhku menjadi bongkahan es batu.
Aku mencoba biasa saja dan bertanya kabar madumu.
Kau jawab dan akupun menanggapi dgn lagu.
Padahal fikirku bertanya penuh liku.
Hingga ketika berpisah saat itu.
Ada yang tumpah dari dada kiri dan meleleh di indera penglihatanku.

Dimana mahkotamu?
Dimana kilauan madu?

Aku patah hati oleh rindu.
Atas dirimu yang baru.

Memang aku ini siapa, katamu.
Iya, aku hanya pengagum kilauan madumu.
Kau ada di halaman rumahku.
Walau kita jarang bertemu.
Aku tahu benar, dirimu yg merdu.

Wahai bunga di halaman rumahku.

Kamu masih bunga tentu.
Aku tahu itu.
Masih indah warnamu.
Aku tahu itu.
Masih segar wangimu.
Aku tahu itu.

Tapi aku juga tak sabar melihat dirimu yang baru.
Dengan mahkota dan madu yang baru.
Dengan jiwamu.
Yang baru.

Mentari, 03.55am

27 Negara, 155 Hari


Bismillahhirrahmannirrahim

Hi readers! 
Setuju nggak, bertemu dengan orang-orang keren itu sangat menyenangkan! Kita bisa belajar banyak dari mereka dan terinspirasi dari apa yang mereka lakukan. Kalau sudah begitu, kita jadi semangat melakukan hal keren pula. Pun begitu dengan saya.

Perjalanan saya, kakak, dan teman ke Kuala Lumpur mempertemukan kami dengan sebuah keluarga keren! Apa kerennya?

Begini ceritanya, saat kami mendatangi sebuah pasar rakyat di Perak, Kuala Lumpur, di ujung kawasan ada sebuah stand dengan mobil van putihnya. Di sekeliling van putih tersebut terdapat foto-foto dan stiker bendera-bendera dari berbagai belahan dunia. Penasaran, kami pun mendekatinya. Semakin dekat ternyata semakin keren! Ada sebuah video ditampilkan melalui proyektor yang diarahkan ke badan van. Sebuah video perjalanan sepertinya. Ada juga souvenir-souvenir seperti t-shirt, magnet kulkas, dan cinderamata dari berbagai belahan dunia yang mereka jual. Saya bertanya pada salah satu diantara mereka yang kemudian saya tahu adalah anak perempuan tertua dari keluarga ini.


Mereka adalah keluarga asli Malaysia dan tinggal di UK. Bersama van putih yang sudah dimodifikasi seperti rumah sendiri itu, mereka melakukan perjalanan selama 155 hari ke 27 negara! Wow!



Belum lagi yang membuat saya kagum adalah, keluarga ini terlihat seperti sebuah keluarga muslim yang taat, semua anak perempuannya berjilbab, bahkan ibunya bercadar!


Dalam perjalanan tersebut mereka tidak menggunakan sopir tambahan. Hanya Sang Ayah dan Ibu yang menyetir bergantian. Saya sempat berbincang dengan Ibunya, ia banyak mendapat pengalaman dari perjalanan luar biasa ini. Ia mengatakan banyak hal kepada kami, bahwa sebagai seorang muslim berjilbab, bukan berarti kita tidak bisa melakukan banyak hal, karena jilbab bukanlah halangan kita untuk beraktifitas. I noted that Mom! J

Menyatukan keluarga dengan satu visi yang sama menurut saya juga hal yang patut diapresiasi. Apalagi saat saya berbincang dengan anak perempuan tertua, mereka sengaja melakukan home schooling dan berkomunikasi dengan guru via email selama perjalanan. Keren sekali!



Ingin punya mobil semacam ini juga nanti. Ingin melakukan perjalanan semacam ini juga, nanti. :) Amin!

Tentang Dongeng.TV

Kedua kakak saya sedang merantau meninggalkan Jogja beberapa bulan belakangan. Kakak pertama (Mba Arum) untuk bekerja, kakak kedua (Mba Ayu) untuk melanjutkan kuliah. Saya? Sudah duluan meninggalkan Jogja untuk kuliah. Walaupun sering juga saya bolak-balik ke Jogja.

Dulu saat berencana mendirikan Rumah Dongeng Mentari pertama kali, Mba Arum sedang KKN di Papua. Kami berkabar saja via suara dan ia sangat mendukung. Mba Arum melakukan pengajaran rutin juga disana untuk anak-anak PAUD di Sentani. Akhirnya setelah berbagai persiapan sederhana, saya dan Mba Ayu, dibantu remaja di lingkungan tempat tinggal dan beberapa relawan teman-teman kami sendiri, dibukalah Rumah Dongeng Mentari (RDM) untuk pertama kalinya. Tepatnya 2 Agustus 2010. Sejak saat itu rumah kami *ruangan depan dan teras rumah untuk RDM* tidak pernah sepi. Rutin anak-anak datang dan bermain, mendengarkan dongeng, berlatih mendongeng, main musik, dan lain sebagainya. Beberapa kali kami outbond, melakukan berbagai kegiatan luar ruang yang seru, dan tampil di atas panggung. 

Kemudian, saya harus ke Jakarta untuk memulai kuliah. Mba Arum sudah pulang dari Papua. RDM dilanjutkan oleh Mba Arum dan Mba Ayu. Kegiatan RDM lancar, naik turunnya semangat tentu menjadi hal lumrah. Jika ada acara outing, saya sengaja pulang ke Jogja untuk ikut bersama. Mba Arum dan Mba Ayu memanfaatkan jaringan pertemanan mereka untuk saling berbagi dengan anak-anak. Bahkan ada teman-teman kakak dari Korea, Jepang, Perancis, sengaja mampir ke RDM untuk bertemu pasukan RDM (begitu kami menyebutnya). Itu semata-mata mempelihatkan kepada pasukan RDM bahwa dunia itu luas, dan banyak hal yang berbeda dari kita. Tentu mendengar cerita dari tamu-tamu tersebut sangat menyenangkan bagi pasukan RDM.

Hingga kemudian, Mba Arum akan ke Jakarta untuk bekerja. Tinggallah Mba Ayu sendiri. Tentu ia tetap melanjutkan aktivitas RDM di Jogja. Kami saling berbagi kabar. Sampai Mba Ayu, harus ke Bogor untuk melanjutkan kuliahnya. Ingat sekali, saat itu kami (saya sengaja pulang ke Jogja) membuat acara di RDM, yang sebenarnya ada niat terselubung untuk pamitan Mba Ayu. Kami akan vakum beberapa waktu sampai saat yang tidak bisa ditentukan. Aktivitas RDM terhenti sementara.

Sedih memang, tapi bagaimana lagi? Saat itu saya berjanji setelah lulus kuliah akan segera kembali ke Jogja untuk 'membesarkan' RDM. 

Di masa itulah, dari tempat kami masing-masing, kami berusaha tetap berupaya mempopulerkan budaya mendongeng. Selain dari aktivitas saya sendiri sebagai Juru Dongeng Keliling, juga dipanggil sana sini untuk mengisi seminar atau semacamnya. Kami membuat "Ceritanya Project" (bisa diliat di blog RDM : www.rumahdongengmentari.blogspot.com) dan munculah ide membuat Dongeng.TV ini.

Alhamdulillah sudah terwujud dan bisa diakses gratis!




DONGENG.TV adalah sebuah podcast series youtube yang menyebarluaskan budaya mendongeng di Indonesia melalui video dongeng dan video pengetahuan tentang dongeng. Kami berharap orangtua, kakak, dan guru memanfaatkan dongeng.tv untuk ikut bersama mendidik anak-anak Indonesia melalui dongeng.

Sejak era digital, tangan kita tidak jauh dari benda elektronik. Mulai dari handphone, komputer, laptop, tab, dan sejenisnya. Pun begitu dengan anak-anak. Aktivitas dongeng jadi hal yang terkesan kuno sehingga jarang dilakukan.

Atas dasar itulah, Rumah Dongeng Mentari berkolaborasi dengan Klub Dongeng Forum Indonesia Muda membuat Dongeng.TV. Dongeng.TV hadir sebagai salah satu media alternatif yang menyajikan tayangan mengenai dongeng untuk masyarakat Indonesia. 

Klik DONGENG.TV, unduh video dongengnya, dan berikan pada anak-anak. Atau pelajari cara mendongeng di Tips Mendongeng, DONGENG.TV. Silahkan berlangganan untuk bisa mendapatkan video terbaru dari Dongeng.TV secara berkala.

Podcast series youtube ini berisi video dongeng, seputar dongeng, dan tips mendongeng. Subscribe ya! :)
Diatas ini adalah tampilan depan saluran Dongeng.TV per 14 Januari 2015. 
Tunggu inovasi-inovasi kami selanjutnya ya! :)



Semoga bermanfaat.

Salam dari Negeri Dongeng,
Rona Mentari


Total Pageviews

Tentang Saya

My photo
Yogyakarta, Sleman, Indonesia
Seperti mentari yang merona-rona. Mungkin itu alasan sekaligus harapan orang tua saya memberi nama Rona Mentari. Saya adalah juru dongeng keliling. Storytelling Activist. Dongeng menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan saya. Salam kenal! Mari bersilaturahim juga via instagram di @mentarirona

Tentang Blog Ini

Blog ini adalah catatan tulisan berdasarkan pengalaman, cerita, karya, dan berbagai cerita penulis - Rona Mentari. Kadang juga berisi celotehan kekesalan berbentuk puisi atau sekedar kegundahan tentang sekitar.

Popular Posts

Blog Archive

Powered by Blogger.

Followers