Bismillahhirrahmannirrahim..
“Prak”, telpon seluler saya tidak sengaja
jatuh dari genggaman tangan. Saya tidak sedang berlari saat itu. Berdiri biasa.
Hanya saja, apes-nya, layar telpon seluler tersebut tepat berbenturan ke aspal.
Apa yang terjadi?
Seperti ini. Praktis hampir seluruh layar
retak.
Menyesal tak memakai leathercase
yang biasanya dipakai. Tapi bukan ini yang mau saya sampaikan. Tetapi apa yang
terjadi setelahnya.
************
Setiap orang yang melihat kondisi layar telpon
seluler saya bisa dipastikan akan mengerutkan dahi. Sebagian besar awalnya tak
percaya kalau hanya jatuh begitu saja. Tapi teman-teman kemudian paham setelah
saya jelaskan, termasuk dengan menjelaskan harga murah telpon seluler yang sebelumnya
sangat saya banggakan tersebut.
Dan disini ceritanya.
Setelah mencari tahu sana-sini, saya yakin
bahwa mengganti LCD adalah cara paling tepat untuk memperbaiki. Saya membawa
telpon seluler tersebut ke sebuah toko servis HP. Saya sudah terbiasa dengan
respon keheranan saat melihat kondisi HP saya, termasuk penjaga toko servis. Ia
spontan berkata, “Habis berantem sama pacarnya mba?”. Saya spontan tertawa
kecil. Menganggap itu hanya sebuah gurauan. Petugas itu masih terheran dan
‘memamerkan’ kondisi telpon seluler saya ke teman-temannya. Semua sama, heran.
Kemudian saya pindah ke lain konter. Di
konter sebelumnya harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan harapan. Terlalu
mahal. Saat mengeluarkan telpon seluler tersebut untuk kedua kalinya, bisa
ditebak, petugas toko terheran-heran seperti di toko sebelumnya. Ia
memperlihatkan kepada temannya. Temannya menatap ke arah saya sambil berkata,
“Habis berantem sama pacarnya Mbak?”
Saya tersenyum dibuat-buat. Mereka jelas
tidak mengenal saya. Tidak perlu saya jelaskan tentang bahwa saya tidak ... ah
tidak perlu, itu tidak penting.
Tapi sekarang justru saya yang dibuat heran.
Kenapa? Karena respon yang sama. Berantem sama pacar?
...................
Apa itu yang benar-benar ada dalam pikiran
mereka? Apa itu hal yang idealnya menjadi sebuah sebab dari rusaknya LCD telpon
seluler? Apakah membanting telpon adalah hal yang lumrah dalam sebuah
pertengkaran di hubungan bernama pacaran? Apa itu yang benar-benar normal
terjadi saat ini? Respon spontan kan berarti apa yang ada di top of mind seseorang, sadar atau tidak.
Kemudian saya berpikir, kenapa mereka tidak
merespon dengan berkata seperti ini misalnya:
“Habis nyoba seberapa kuat gorilla glass HP
nya pake palu ya mbak?” atau
“Habis ngelempar maling pake HP nya ya mbak?”
atau
“Habis ngeganjel pintu masjid biar anak-anak
TPA bisa masuk dengan cepat pake HP ya mbak?” atau
“Habis mecahin es batu buat anak kecil yang
nangis minta es pake HP ya mbak?” atau
“Habis nguleg sambel pake HP ya mba?”
Oke, saya agak berlebihan. Tapi saya sedih
aja dengan respon tadi. Pacaran --> berantem --> banting hp adalah proses yang asing bagi saya. Tapi kenapa responnya sama? Habis berantem sama pacar? :(
Eh, tapi tunggu, apa responmu saat seseorang yang tidak kamu kenal
sebelumnya, memperlihatkan telpon seluler dengan kondisi seperti tadi? Jujur.
Semoga kamu bukan orang kebanyakan.