Tulang kayu coklat mengkilap terhubung syaraf paku baja
Susunan jati tebal idaman duniawi
Tertata rapi menarik jiwa haus ilmu
Sudut ruangan berhias papan tulis adalah rumah
Akulah sang kursi ilmu
Seorang anak bertubuh kurus datang kepadaku
Dengan wajah berhias mentari pagi
Dia duduk diatasku
Tenang ringan kusangga
Aku tersenyum nyaman
Namun ketika masa bergulir memuai waktu
Keceriaan itu memudar muram
Tajamnya jarum jam menusuk pelan menyiksa relungnya
Detak terdengar keras kasar memekakkan telinga
Brak!
Aku mengerang terhimpit
Anak itu terhempas menuju ke arahku
kasar lewat dorongan keras tangan kuasa seseorang
"Hey kau bagai sudra berlipat derita
Kau tak pantas ceria!"
Perihnya mengalir dan meradang di tiap seratku
Aku pun semakin lemah dengan karungan luka
Beban derita anak itu menjelma godam besar
Memukul mukul tiap sendiku
Merontokkan satu demi satu paku keyakinanku
Kakiku patah tanganku terhempas lepas terpisah raga
Lumpuh layu aku
Getaran kata menyulut sumbu lidahku yang kelu
Hentikan godam derita anak itu biarkan dia berkawan ceria
Kelu itu terdengar hanya sayup di telingaku
Tak ada yang berubah
Sang waktu terus bergulir menggilah kisah
Satu lagi
Sebuah karakter terbunuh diatasku
(Jogja 2008)