Rona Mentari

tell a story, reap a wisdom

Ketika Takbir Berkumandang Di Segala Penjuru Negeri



Takbir berkumandang di segala penjuru negeri. Wajah-wajah bersinar dari para perindu Ramadhan menghiasi hari yang fitri. Bagi yang benar-benar memanfaatkan ramadhan dengan amalan sholeh, tentu Idul Fitri menjadi kemenangan dalam mendapatkan ‘piala Allah’. Menjadi juara dihadapanNya setelah berlomba-lomba dalam kebaikan selama ramadhan. Namun bagi yang tidak, tentu ramadhan menjadi hambar saja dilewatkan. Seperti sabda Rosul yang berbunyi, “banyak sekali orang yang berpuasa, yang hanya puasanya sekedar menahan lapar dan dahaga”, naudzubillah.


Ya, Idul Fitri identik dengan sesuatu yang baru. Mulai dari pakaian sampai uang baru. Tapi apa ituaja? Enggak. Ada hal baru yang sebenarnya menjadi salah satu kunci utama dalam memaknai Idul Fitri. Idul Fitri terdiri dari dua kata. Pertama kata ‘id yang dalam bahasa arab bermakna bermakna ‘kembali’. Dan fitri yang artinya adalah ‘suci’. Jadi Idul Fitri secara harfiah berarti ‘kembali suci’. Idul Fitri juga diartikan dengan kembali fitrah, awal kejadian. Artinya, mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua kembali pada fitrah.




Allah berfirman dalam Surat Al-A’raf ayat 172 yang artinya, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhan-mu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi’. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”

Dalam ayat diatas, dijelaskan bagaimana pada awal kejadian, semua manusia dalam keadaan yang mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Sebuah perjanjian antara manusia dengan Allah yang berisi pengakuan ke-Tuhan-an. Namun seiring dengan perjalanannya, manusia mengotori hidupnya dengan dosa dan salah. Dan dosa-dosa tersebut bisa terhapus dengan cara bersilaturahim. Oleh karena itu, bulan syawal menjadi bulan yang penting bagi umat Islam untuk bersilaturahim.

Silaturahim dan berkumpul bersama saudara dalam suasana Idul Fitri memang menjadi kebahagiaan yang lumrah ditemui. Namun sekali lagi, bukan kebahagiaan karena terbebas dari menahan lapar dan dahaga selama puasa. Tapi kebahagiaan menyambut hari raya dengan semangat ibadah yang jauh lebih baik. Kebahagiaan yang dicontohkan Rosulullah dalam merayakan hari raya pun tidak semata-mata untuk kebahagiaan pribadi, tetapi juga orang lain.

Diriwayatkan sebuah kisah yang terjadi di Madinah pada suatu pagi di hari raya Idul Fitri. Rasulullah SAW seperti biasanya mengunjungi rumah demi rumah untuk mendo’akan para muslimin dan muslimah, mukminin dan mukminah agar merasa bahagia di hari raya itu. Semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak. Namun tiba-tiba Rasulullah SAW melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil yang sedang duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang. Rasulullah SAW lalu bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu.

Rasulullah SAW kemudian meletakkan tangannya yang putih sewangi bunga mawar itu dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya mengapa gadis kecil itu menangis. Tanpa melihat siapa yang bertanya, gadis kecil itu kemudian menjelaskan bahwa Ayahnya telah meninggal saat berjuang bersama Rosulullah. Ia menjadi yatim dan tidak memiliki apa-apa di hari raya ini. Dengan penuh kasih sayang ia membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata: “Anakku, hapuslah air matamu. Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu. Apakah kamu ingin agar aku Rasulullah menjadi ayahmu? Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu dan Hasan serta Husein menjadi adik-adikmu dan Aisyah menjadi ibumu? Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?”

Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya. Ia kaget saat tahu Rosulullah yang ada dihadapannya. Gadis yatim kecil itu menganggukkan kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya. Gadis yatim kecil itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah SAW menuju ke rumah. Hatinya begitu diliputi kebahagiaan. Sesampainya di rumah, wajah dan kedua tangan gadis kecil itu lalu dibersihkan dan rambutnya disisir. Semua memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Gadis kecil itu lalu dipakaikan gaun yang indah dan diberikan makanan, juga uang saku untuk hari raya. Lalu ia diantar keluar, agar dapat bermain bersama anak-anak lainnya.




Rasulullah saw bersabda: ”Siapa yang memakaikan seorang anak pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari raya, maka Allah SWT akan mendandani/menghiasinya pada hari Kiamat. Allah SWT mencintai terutama setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan hadiah. Barangsiapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga.”


*versi lebih formal terbit di Koran Minggu Pagi edisi Idul Fitri.

0 komentar:

Total Pageviews

Tentang Saya

My photo
Yogyakarta, Sleman, Indonesia
Seperti mentari yang merona-rona. Mungkin itu alasan sekaligus harapan orang tua saya memberi nama Rona Mentari. Saya adalah juru dongeng keliling. Storytelling Activist. Dongeng menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan saya. Salam kenal! Mari bersilaturahim juga via instagram di @mentarirona

Tentang Blog Ini

Blog ini adalah catatan tulisan berdasarkan pengalaman, cerita, karya, dan berbagai cerita penulis - Rona Mentari. Kadang juga berisi celotehan kekesalan berbentuk puisi atau sekedar kegundahan tentang sekitar.

Popular Posts

Powered by Blogger.

Followers