Tentang Hal Kecil
Pernah
merasa tersanjung dengan hal-hal kecil? Seperti, saat anak-anak yang kamu ajari
tiba-tiba memelukmu? Atau saat orang tuamu mengucapkan, bahwa ia sayang padamu?
Atau saat ada yang memberimu makan saat tahu kau sedang lapar?
Banyak
hal tentunya.
Ceritanya
begini. Saat itu saya janjian dengan Moira di dekat asrama Victoria University. Ia adalah housefam dosen saya, saat sedang
belajar di Wellington. Sebelumnya kami sempat telfonan, sms, dan saling email. Hingga akhirnya, tiba saat dimana
ia akan datang menemui saya. Hari itu angin bertiup cukup kencang. Kalau sudah
begini, summer jadi tetap saja dingin
menusuk tulang buat saya yang berasal dari daerah tropis. Saya menunggu di
teras asrama, sampai akhirnya muncul sosok perempuan paruh baya yang terlihat
kepayahan menjaga rambut dan jaketnya tetap rapi di tengah angin kencang. Apa
itu Moira?
“Yes!,”
serunya.
Kami
berpelukan seperti teman lama yang baru saja bertemu. Dan, apa yang dia
lakukan? Moira membawa sesuatu di genggamannya. Sebuah bunga besar berwarna
ungu yang batangnya ia bungkus dengan tisu.
“Ini
bunga untukmu! Aku menemukannya di jalan, dan terlihat indah. Semoga kamu
menyukainya,” katanya.
Saya
tentu terperangah. Seorang Ibu yang belum pernah saya kenal membawakan bunga
pada saya. Sebuah impresi awal yang hangat dan tidak terlupakan.
Sederhana?
Iya! Hanya sebuah bunga. Tapi bukan bunga yang menjadikan ini indah, bukan.
Tapi perhatiannya. Dan
ini adalah awal dari cerita seru saya dengan Moira.
Hal
Kecil (2)
Masih
tentang hal kecil. Begini ceritanya:
Waktu
sudah menunjukkan pukul tujuh malam lebih saat saya menyadari bahwa hari ini
adalah hari guru. Saya ingat, saat SMP, saya dan beberapa teman-teman
berinisiatif iuran membeli bunga untuk diberikan pada guru-guru di SMP. Salah
satu teman yang bertugas membelinya saat berangkat sekolah. Pagi-pagi, kami
keliling sekolah membawa bunga-bunga merah ini dan memberikannya satu per satu
pada guru-guru kami. Hasilnya? Mereka bahagia sekali! Dan hal itu masih mereka
ingat hingga beberapa tahun setelah kami menyandang status alumni.
Masih
tentang hari guru. Ini baru kemarin. Saya sengaja mengirimkan beberapa pesan
singkat kepada beberapa guru saat di SD, SMP, SMA dan dosen saya sekarang,
termasuk dosen pembimbing skripsi. Pesan singkat berisi ucapan selamat hari
guru, minta maaf, terimakasih, dan doa untuk mereka. Bukan apa-apa, saya merasa
itu adalah hal kecil sebagai bentuk apresiasi terhadap mereka.
Namun
apa yang terjadi?
Justru
saya yang senang dan terharu. Mereka membalas sms itu dengan apresiasi yang
lebih dan doa untuk saya. Bagaimana saya tidak senang? :D
28/11/14
Label: great experience , kisah - cerita - dongeng , travelling
Bawang Kopong
Tentu
kita pernah mengalami masa kanak-kanak. Setidaknya bagi saya yang sudah tidak
anak-anak lagi. Dulu, saya sering bermain bersama kakak dan teman-temannya.
Senang sekali bermain dengan yang lebih tua, rasanya kita juga sudah lebih
dewasa. Berkali-kali bermain petak umpet-bersama yang lebih tua, saya sering
disebut dengan ‘bawang kopong’.
“Udah,
Rona bawang kopong aja..,” kata anak-anak yang lebih dewasa.
Saya
tentu tidak keberatan. Bagaimana tidak? Saya masih bisa bermain bersama
anak-anak yang lebih dewasa, dan tak perlu takut untuk kalah dalam permainan,
karena saya adalah bawang kopong!
Pernah
dengar istilah bawang kopong? Bagi yang belum tahu, ini adalah istilah dalam
permainan saat saya masih kanak-kanak. Dimana ketika seseorang diberi label
‘bawang kopong’, itu berarti ia tetap diperbolehkan bermain tapi peraturan
tidak akan berlaku untuknya. Jadi sebenarnya ia ada, namun tak ada. Dalam
permainan ini sebenarnya bawang kopong itu adalah sosok yang tidak dianggap.
Tidak akan dapat hukuman bila kalah (walau biasanya memang selalu kalah karena
dianggap lemah) dan kalau menang pun tidak dianggap (ini jarang sekali
terjadi). Intinya, secara fisik ada, tapi tak berpengaruh.
Saat
masih kanak-kanak, tentu menjadi ‘bawang kopong’ seru saja. Sampai akhirnya
saya menyadari satu hal saat ngobrol santai dengan kakak.
Apa
itu?
Ngeri
juga ya kalau di usia sekarang kita menjadi bawang kopong. Ada secara fisik,
tapi tiada. Tidak ada pengaruhnya ada kita atau tidak di sebuah lingkungan. Tak
ada yang merasakan kehadiran kita. Lebih dari itu, tidak ada yang merasakan
manfaat dari adanya kita.
Seperti
bawang kopong, ada tapi tiada.
Rona Mentari
00.54
Label: kisah - cerita - dongeng , motivasi
"Kata Ibu"
Soekarno pernah berkata “berikan aku sepuluh pemuda, maka
aku mengguncang dunia!”
Hatta pun berpesan “Hanya ada satu negara, negara itu tumbuh
dari perbuatan, dan perbuatan itu perbuatanku”
Dan banyak lagi, kalimat indah yang membakar energiku untuk berjuang
menjadi seorang yang disebut-sebut sebagai aktivis!
Darah mudaku mengalir
Aktivitasku padat
Bahkan untuk menyapaNya pun aku tak sempat
Bergerak ku ke berbagai tempat
Menjunjung tinggi itu yang disebut amanat
Amanat rakyat
... ibu memanggilku? ... aku lelah bu, hari ini tugasku
menjadi konseptor acara, aku ingin tidur...
Apalagi bu?..
Sampai aku lupa ada dia yang tiap saat mendoakan untuk
suksesku
Mengharap ceritaku
Dan menanti kehadiranku
... Ibu, kenapa engkau bersedih?... Iya, sudah lama ya bu
tidak berbincang seperti ini .. Apa? Ibu ingin mendengarku menyanyi?..
baiklah.. lagu yang selalu aku nyanyikan dulu ya bu...
Ambilkan bulan bu,
ambilkan bulan bu, yang slalu bersinar di langit..
Di langit bulan
benderang.. cahyanya sampai ke bintang..
Ambilkan bulan bu,
untuk menerangi.. tidurku yang lelap di malam gelap..
(ibu memberikan tulisan untuk dibacakan)
Untuk anakku
tersayang,
Nak, ingatkah kau lagu
ini?
Dulu engkau selalu
meminta ibu untuk meraih bulan
Kini, saat engkau
telah meraih sedikit cahaya bulan
Kenapa ibu jadi sulit
meraihmu?
Peluk sayang, Ibu
Rona Mentari - Okt 2012
(Sajak ini dibacakan saat Aksara Bulan Purnama - KAFHA Laboratory for humanity and culture - di Taman Peradaban Universitas Paramadina)
(PS: It's been a long time since my last post in blog. Starts now I try to commit to share post at least once a week. Stories are around, write it down to make it more useful)
Label: my performance , puisi hati
Melek Media
Bismillah,
Kawans, ini adalah kultwit saya tentang melek media. Siapa sih yang gabisa hindari media? Siapa yang ga butuh media? Media seperti mata pisau, diarahkan ke kebaikan bisa banget. Tapi untuk penghancuran, bisa banget juga. Jadi, bijak menggunakan dan mengonsumsi media adalah jawabannya. :)
Ditengah ngerjain
tugas akhir, saya semakin sumpek dengan kondisi media sekarang. Jalan
satu-satunya kita harus #MelekMedia #LiterasiMedia
Melek Media ini bukan
justru membuat kita anti sama media, tapi justru membuat kita makin bijak dalam
menggunakan media #MelekMedia #LiterasiMedia
Kita harus sadar
bahwa. Acara TV komersial yang kita saksikan hanyalah umpan utk mendekatkan
kita pada iklan (Milton Chen) #MelekMedia #LiterasiMedia
Anak-anak adalah sosok
yang paling mudah dirayu oleh iklan, dan pemasang iklan sangat menyadari itu. #MelekMedia #LiterasiMedia
Iklan di TV sangat
mempengaruhi apa yang dimakan oleh anak-anak berusia dibawah 12 Tahun (The
Institute of Medicine) #MelekMedia #LiterasiMedia
Ada beberapa hal yang
dapat dilakukan ortu/pendamping anak:
1) Bisukan iklannya.
Ajak anak menekan tombol mute saat iklan dmulai. #MelekMedia
2) Jadi kritikus
iklan. Ajak anak memandang iklan secara kritis. Ajak mereka menilai sendiri
iklan apakah masuk akal atau tidak, berlebihan atau tidak #MelekMedia
3) Beri anak jawaban
logis yang memungkinkan mereka membongkar jurus periklanan. Contoh: rambut hitam
berkilau lurus adalah efek kamera di rambut model #MelekMedia
4) Infokan pada anak tentang
tujuan iklan. Ini terbukti dapat membuat anak tidak mudah percaya begitu saja
pada iklan. #MelekMedia #LiterasiMedia
Bagaimanapun,
orangtualah yang akhirnya memutuskan barang apa yang dilihat dan diinginkan
anak di TV. #MelekMedia #LiterasiMedia
Sudah tak terhitung
anak yang jadi korban iklan. Korban prtama adalah anak yang merengek minta dibelikan
barang tertentu yang tidak penting #MelekMedia
Korban kedua adalah
anak yang membeli 'imaji' yang dipantulkan oleh iklan. Ketiga adalah anak yang
terperangkap dalam 'imaji' iklan tsb #MelekMedia
Mau bukti? Coba jalan
ke sekitar sekolah. Lihat apa yang dipakai anak-anak. Tas barbie, dora, ben 10,
Naruto, dll. Seragam boleh sama, tapi jaketnya, tidak. Ada yang bergambar spiderman,
batman, dll. #MelekMedia
Di Amerika, iklan
busana dan asesoris telah mnimbulkan gelombang sindroma anorexia nervosa dan bulimia pada remaja putri #MelekMedia
Sindrom ini adalah bentuk
gangguan makan karena mereka tergila-gila dan mendamba gambaran tubuh super
ramping para model #MelekMedia #LiterasiMedia
Korban iklan ini
berperang mlawan makanan dengan cara yg tidak sehat, demi mengejar citra
supermodel yang kurus, pucat, glamor #MelekMedia
Padahal jelas.
Definisi cantik di media dibuat semata-mata karena kebutuhan iklan! #MelekMedia #LiterasiMedia
Di Indonesia cantik
itu tinggi, putih. Ini jelas minoritas di Indonesia yang berkulit sawo matang
dan tidak tinggi. Biar produknya laku. #MelekMedia
Di barat, cantik itu
didefinisikan yang kulitnya gelap sawo matang. Jelas ini minoritas. Biar
produknya laku. #MelekMedia #LiterasiMedia
Timur-barat punya
definisi cantik yang berbeda. Definisi cantik adalah yang minoritas disana.
Biar produknya laku dikonsumsi. Simpel. #MelekMedia
Buat apa menjual
produk kulit agar putih di masyarakat yang emang kulitnya udah putih semua #MelekMedia #LiterasiMedia
Sekali lagi, model-model
di iklan tv itu fake. Melalui proses
editing yang amat panjang. #MelekMedia #LiterasiMedia
Yak, sekian sedikit
kegelisahan saya yang masih sangat awam ini. Beberapa saya kutip dari panduan KIDIA (kritis media untuk
anak) terbitan YPMA dan pelatihan #GUAIndonesia
Move on yuk! #MelekMedia #LiterasiMedia Bijak menggunakan
media :)
Label: in my opinion , share ilmu
Celoteh Kendaraan
Pagi ini kupacu kendaraanku sedang
Tak ada yang perlu kukejar kejar
Tawa dan canda dari teman sejuang mengiringi senyumku
Memulai hari disini
Matahari belum tampak benar saat raungan kendaraan berdesak
di gang-gang sempit
Di jalanan dua jalur yang kemudian dipaksa menjadi tiga
empat jalur
Penuh merayap
Kendaraan yang klaksonnya telah letih berbunyi
Kendaraan yang tubuhnya lekat debu lumpur jalanan
Kendaraan yang kreditnya macet
Yang baru dibeli kemarin pakai duit utang
Yang plat nomor belakangnya dicopot
Yang jarum speedo meternya tak berfungsi lagi
Yang minta diberhentikan barang sehari saja
Hampir saja kulihat tabrakan besar
Saat orang didepanku menginjak gasnya sebelum hijau menyala
Beruntung rem mereka masih cakram
Decitan ban mengganggu pendengaranku pagi ini
Lalu, terpaksa kutinggalkan kendaraan di parkiran kantor yang
entah namanya apa
Tak cukup waktu urus ban ku yang bocor
Ada paku menancap di kulit nya
Menancap juga di dada kiriku
Kutunggu beberapa masa di pinggir raya
Sebuah kendaraan meraung mengejarku yang berdiri santai di
atas trotoar
Diatas trotoar saudara saudara
Klakson dibunyikan tak henti-henti
Sedikit sayup sayup karena ada earphone di telinga ku
Hampir saja aku jadi sasaran jotosnya
Pengendara kendaraan di trotoar
Kuputuskan menuju halte trans
Lamanya menunggu sebenarnya sama saja jika ku urus ban
kendaraanku dulu
Sudahlah, semoga bos mengerti
Pulang
Telah kutimbang timbang
Kereta yang tercepat
Apalagi kini harganya murah
Kulangkahkan kakiku ke stasiun terdekat
Walau tawaran ojek menggoda juga
Kaget bukan main
Saat kusaksikan manusia berdesak tak manusiawi diatas roda
besi
Apa apaan ini
“Masuk mba”, ujar seorang Ibu didalam
Padahal jelas, untuk memasukkan tas ku saja seperti tak
mungkin
Ditariklah aku
“Hadap ke pintu mba”, katanya lagi
Agak kudorong memang, maaf
Kuhadapkan diri ke pintu
Lebih baik, walau tentu saja ngeri
Kulihat sekeliling
Ibu-ibu paruh baya
Perempuan muda dengan jas kerjanya
Atau mahasiswa dengan tetap, smartphone di tangannya
Aku pun tak bisa bergerak
Kubayangkan jika tubuhku mungil
Mungkin bisa saja aku tenggelam dalam sesak yang, berbahaya
Tubuh kami berdesak bak satu rangkai
Bergerak sama
Kanan dan ke kiri
Atau sama sama terhimpit saat kereta mau berhenti
Jeritan dan omelan jadi iringan nada sore ini
Sampai seorang ibu memecah sunyiku
“hitung-hitung latihan tawaf..”, ujarnya
Duh Ibu, masih saja kau berfikir baik, saat aku saja tahu
kau sedang tidak baik baik saja
Terlalu baik
Ada yang meringkik
Jagoan tengik
Membuat bulu begidik
Epic!
Rona Mentari 30/3/14
2.03
Label: kisah - cerita - dongeng , puisi hati
"Jangan Salahkan Lupa"
Bismillahhirrahmannirrahim..
Ini bukan yang pertama kali, tapi kuharap yang terakhir. Ya,
kemarin Allah mengingatkanku dengan caraNya yang lembut. Menyadarkan akan
kekekalan yang sejatinya hanya milik Allah semata.
Ikat unta mu dengan kuat, lalu melengganglah
meninggalkannya. Jangan engkau sebut ‘nanti dulu’, ‘nanti saja’, atau ‘ah tidak
apa-apa’ sebelum segala daya engkau tunaikan untuk mengikatkan kuat unta mu.
Karena kita baru merasa, setelah tiada. Merasa setelah tiada.
“Orang kecil itu selalu membuat masalah kecil jadi besar,
sedangkan orang besar itu biasa menghadapi masalah-masalah besar”, kata seorang
Bapak kepada anak-anaknya. Kuingat terus itu saat rintang menghadang. Tenang.
Aku jadi ingat, saat masih di bangku SMA, aku adalah si anak
berkalung note kecil. Sadar betul akan penyakit lupa. Kubeli buku kecil. Kuberi
nama “Commitment Book”. Isinya berbagai janji, tugas, dan berbagai
have-to-do-list. Terbukti efektif memang. Tanda centang di sisi kanan menjadi
sebuah kelegaan karena itu berarti aku telah menyelesaikannya. Mungkin juga,
ini cara yang tepat untuk melatih ingatan kita. Padahal kalo diingat, betapa
anehnya berkalung buku kecil kemana-mana. Tapi dasarnya saat itu saya cuek,
jadi santai saja berjalan nyengir kemana-mana dengan kalung notes bak penyanyi
hiphop.
Ah itu dulu.
Akhir-akhir ini, saat sudah tak lagi di bangku SMA. Bahkan
hampir melewati masa kuliah, berbagai deadline project memang menggurita. Aku
masih memiliki ‘”commitment book” itu. Tapi belakangan kuabaikan. Tak kutengok
sedikitpun. Sempat kutulis beberapa komitmen. Tapi itu pun terlewatkan begitu
saja tanpa centang di sisi kanan. Kekuatannya jadi memudar. Aku tak lagi komit
dengan si buku komitmen. Terlupakan.
Tapi tunggu, ini bukan tentang lupa. Jangan salahkan lupa jika
kita tak berusaha mengingat. Jangan salahkan lupa jika kita saja tak
benar-benar menginginkannya. Jangan salahkan lupa. Lupa adalah perpanjangan
tangan dari ketidak pedulian dan ketidak berpihakan.
Sampai kemudian, “Kayak gini kok berkali-kali, kalau ngurusin
hal remeh temeh aja kamu seperti ini, gimana mau ngurusin hal-hal besar?”, kata
Papa kepada saya lewat telfon.
Setelah itu saya diam beberapa detik.
Benar kata Papa. Kata-katanya menyadarkan saya akan
pentingnya mementingkan hal remeh temeh untuk kemudian mempertahankan
kepentingan-kepentingan besar untuk orang banyak. Terimakasih Pa untuk
nasihatnya.
Sudah. Sedih, sudah. Sebel, sudah. Marah, sudah. Sekarang
waktunya bebenah. Merapikan puzzle yang sempat berantakan. Menata kembali
janji-janji. Seperti ketapel. Dibutuhkan tarikan ke belakang untuk bisa
meluncurkan peluru dengan kencang. Tepat sasaran. *emot senyum nyengir*
Ah, maaf jika aku terlalu banyak nyampah di waktumu.
Terimakasih sudah membaca catatan kecil ini. Hey lihat, Allah masih menyiapkan
udara segar untuk pagi kita, mencukupkan makanan untuk hari hari kita,
memberikan pandangan yang sempurna, raga yang sehat, dan berbagai nikmat tak
terhingga. Bergegas! :)*emot senyum*
Label: in my opinion , motivasi , puisi hati
Successful Storytelling
In September 2013, I attended Singapore International Storytelling Festival. I also joined a 'successful storytelling' class that taught by Len Cabral, an international professional storyteller.
This is my note from successful storytelling class. Enjoy!
Room setup
- Make the audience closer.
- This is the ideal position. No more younger children tired because they looked at the older children. (learn to be a good audience)
- Or make them like this
When telling stories
- Eye contact’s need
-
You need to build (Engagement, entertainment,
aducation)
-
Find the stories
-
And practice it.
-
We don't need to move highly
-
If just a little audience, prefer without
microphone
-
Start and finish should be powerful!
-
For young audience, we can use participation
-
Make it happen! à
funny-scary-surprising!
We are the one who know the stories!
The ideal duration to
tell one stories
3-5 years :
15 minutes
Ideal for all age :
less than 45 minutes
How about story from
parents? How to tell it?
Parents don't need to use a dramatic performance. Because
the children just wanna hear your story.
As a storyteller, we've to read a lot. We can build our own stories.
Label: kisah - cerita - dongeng , share ilmu
"Duhai Ummi"
Duhai
Ummi
Lihatlah
ini
Lalu
lihatlah mataku
Seraut
wajah nan belum tergores
Sepucuk
tatapan harapan abadi
Menanti
belaian bunga-bunga
Dari
lembutnya telapak tanganmu
Dari
indah nya tutur katamu
Seindah
isi firman di kitab ini
Duhai
Ummi
Kau
kan hidup di waktu datang
Saat
yang bagiku masih jadi tanda tanya
Apa
gerangan yang kan menghadang
Kau
pun tak tahu duhan ummi
Kita
hanya mampu bertanya
Dan
menyapa selamat datang
Wahai
masa depan
Duhai
Ummi
Meski
jalanan masih gelap
Meski
ummat masih terlelap
Alquran
di tanganku ini
Adalah
pembela yang suci
Duhai
Ummi
Bukalah
dadaku
Isilah
dengan tutur katamu
Masukkan
nilai fitrahku
Ajarkan
kepadaku
Apa
arti bisikkan Rabb-ku
Abdullah, Jogja 22 Okt 2003
(Terkaget-kaget saat menemukan kertas puisi lecek ini di tumpukan berkas saya. Masih dalam kondisi yang sama saat saya gunakan dulu. Ini adalah puisi yang saya bacakan saat mengikuti lomba baca puisi di UGM antar SD se DIY. Saya pulang membawa piala juara 1 dan tentunya, sepucuk senyuman hangat dari Umi-ku, yang sebenarnya)
(Terkaget-kaget saat menemukan kertas puisi lecek ini di tumpukan berkas saya. Masih dalam kondisi yang sama saat saya gunakan dulu. Ini adalah puisi yang saya bacakan saat mengikuti lomba baca puisi di UGM antar SD se DIY. Saya pulang membawa piala juara 1 dan tentunya, sepucuk senyuman hangat dari Umi-ku, yang sebenarnya)
Label: puisi hati