Rona Mentari

tell a story, reap a wisdom

"Jangan Salahkan Lupa"

Bismillahhirrahmannirrahim..

Ini bukan yang pertama kali, tapi kuharap yang terakhir. Ya, kemarin Allah mengingatkanku dengan caraNya yang lembut. Menyadarkan akan kekekalan yang sejatinya hanya milik Allah semata.

Ikat unta mu dengan kuat, lalu melengganglah meninggalkannya. Jangan engkau sebut ‘nanti dulu’, ‘nanti saja’, atau ‘ah tidak apa-apa’ sebelum segala daya engkau tunaikan untuk mengikatkan kuat unta mu. Karena kita baru merasa, setelah tiada. Merasa setelah tiada.

“Orang kecil itu selalu membuat masalah kecil jadi besar, sedangkan orang besar itu biasa menghadapi masalah-masalah besar”, kata seorang Bapak kepada anak-anaknya. Kuingat terus itu saat rintang menghadang. Tenang.

Aku jadi ingat, saat masih di bangku SMA, aku adalah si anak berkalung note kecil. Sadar betul akan penyakit lupa. Kubeli buku kecil. Kuberi nama “Commitment Book”. Isinya berbagai janji, tugas, dan berbagai have-to-do-list. Terbukti efektif memang. Tanda centang di sisi kanan menjadi sebuah kelegaan karena itu berarti aku telah menyelesaikannya. Mungkin juga, ini cara yang tepat untuk melatih ingatan kita. Padahal kalo diingat, betapa anehnya berkalung buku kecil kemana-mana. Tapi dasarnya saat itu saya cuek, jadi santai saja berjalan nyengir kemana-mana dengan kalung notes bak penyanyi hiphop.

Ah itu dulu.

Akhir-akhir ini, saat sudah tak lagi di bangku SMA. Bahkan hampir melewati masa kuliah, berbagai deadline project memang menggurita. Aku masih memiliki ‘”commitment book” itu. Tapi belakangan kuabaikan. Tak kutengok sedikitpun. Sempat kutulis beberapa komitmen. Tapi itu pun terlewatkan begitu saja tanpa centang di sisi kanan. Kekuatannya jadi memudar. Aku tak lagi komit dengan si buku komitmen. Terlupakan.

Tapi tunggu, ini bukan tentang lupa. Jangan salahkan lupa jika kita tak berusaha mengingat. Jangan salahkan lupa jika kita saja tak benar-benar menginginkannya. Jangan salahkan lupa. Lupa adalah perpanjangan tangan dari ketidak pedulian dan ketidak berpihakan.

Sampai kemudian, “Kayak gini kok berkali-kali, kalau ngurusin hal remeh temeh aja kamu seperti ini, gimana mau ngurusin hal-hal besar?”, kata Papa kepada saya lewat telfon.

Setelah itu saya diam beberapa detik.

Benar kata Papa. Kata-katanya menyadarkan saya akan pentingnya mementingkan hal remeh temeh untuk kemudian mempertahankan kepentingan-kepentingan besar untuk orang banyak. Terimakasih Pa untuk nasihatnya.

Sudah. Sedih, sudah. Sebel, sudah. Marah, sudah. Sekarang waktunya bebenah. Merapikan puzzle yang sempat berantakan. Menata kembali janji-janji. Seperti ketapel. Dibutuhkan tarikan ke belakang untuk bisa meluncurkan peluru dengan kencang. Tepat sasaran. *emot senyum nyengir*


Ah, maaf jika aku terlalu banyak nyampah di waktumu. Terimakasih sudah membaca catatan kecil ini. Hey lihat, Allah masih menyiapkan udara segar untuk pagi kita, mencukupkan makanan untuk hari hari kita, memberikan pandangan yang sempurna, raga yang sehat, dan berbagai nikmat tak terhingga. Bergegas! :)*emot senyum*

1 komentar:

EAS May 14, 2014 at 7:03 AM  

Rone, aku juga butuh pake banget yg namanya buku note buat nulis to do list. Jaman skrg gini kalo ngga nulis bs keteteran dan lupa haha, semangaaaaaat, smg amanah2 kdpn bs dijalani dgn lancaar :D

Total Pageviews

Tentang Saya

My photo
Yogyakarta, Sleman, Indonesia
Seperti mentari yang merona-rona. Mungkin itu alasan sekaligus harapan orang tua saya memberi nama Rona Mentari. Saya adalah juru dongeng keliling. Storytelling Activist. Dongeng menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan saya. Salam kenal! Mari bersilaturahim juga via instagram di @mentarirona

Tentang Blog Ini

Blog ini adalah catatan tulisan berdasarkan pengalaman, cerita, karya, dan berbagai cerita penulis - Rona Mentari. Kadang juga berisi celotehan kekesalan berbentuk puisi atau sekedar kegundahan tentang sekitar.

Popular Posts

Powered by Blogger.

Followers