Pagi ini kupacu kendaraanku sedang
Tak ada yang perlu kukejar kejar
Tawa dan canda dari teman sejuang mengiringi senyumku
Memulai hari disini
Matahari belum tampak benar saat raungan kendaraan berdesak
di gang-gang sempit
Di jalanan dua jalur yang kemudian dipaksa menjadi tiga
empat jalur
Penuh merayap
Kendaraan yang klaksonnya telah letih berbunyi
Kendaraan yang tubuhnya lekat debu lumpur jalanan
Kendaraan yang kreditnya macet
Yang baru dibeli kemarin pakai duit utang
Yang plat nomor belakangnya dicopot
Yang jarum speedo meternya tak berfungsi lagi
Yang minta diberhentikan barang sehari saja
Hampir saja kulihat tabrakan besar
Saat orang didepanku menginjak gasnya sebelum hijau menyala
Beruntung rem mereka masih cakram
Decitan ban mengganggu pendengaranku pagi ini
Lalu, terpaksa kutinggalkan kendaraan di parkiran kantor yang
entah namanya apa
Tak cukup waktu urus ban ku yang bocor
Ada paku menancap di kulit nya
Menancap juga di dada kiriku
Kutunggu beberapa masa di pinggir raya
Sebuah kendaraan meraung mengejarku yang berdiri santai di
atas trotoar
Diatas trotoar saudara saudara
Klakson dibunyikan tak henti-henti
Sedikit sayup sayup karena ada earphone di telinga ku
Hampir saja aku jadi sasaran jotosnya
Pengendara kendaraan di trotoar
Kuputuskan menuju halte trans
Lamanya menunggu sebenarnya sama saja jika ku urus ban
kendaraanku dulu
Sudahlah, semoga bos mengerti
Pulang
Telah kutimbang timbang
Kereta yang tercepat
Apalagi kini harganya murah
Kulangkahkan kakiku ke stasiun terdekat
Walau tawaran ojek menggoda juga
Kaget bukan main
Saat kusaksikan manusia berdesak tak manusiawi diatas roda
besi
Apa apaan ini
“Masuk mba”, ujar seorang Ibu didalam
Padahal jelas, untuk memasukkan tas ku saja seperti tak
mungkin
Ditariklah aku
“Hadap ke pintu mba”, katanya lagi
Agak kudorong memang, maaf
Kuhadapkan diri ke pintu
Lebih baik, walau tentu saja ngeri
Kulihat sekeliling
Ibu-ibu paruh baya
Perempuan muda dengan jas kerjanya
Atau mahasiswa dengan tetap, smartphone di tangannya
Aku pun tak bisa bergerak
Kubayangkan jika tubuhku mungil
Mungkin bisa saja aku tenggelam dalam sesak yang, berbahaya
Tubuh kami berdesak bak satu rangkai
Bergerak sama
Kanan dan ke kiri
Atau sama sama terhimpit saat kereta mau berhenti
Jeritan dan omelan jadi iringan nada sore ini
Sampai seorang ibu memecah sunyiku
“hitung-hitung latihan tawaf..”, ujarnya
Duh Ibu, masih saja kau berfikir baik, saat aku saja tahu
kau sedang tidak baik baik saja
Terlalu baik
Ada yang meringkik
Jagoan tengik
Membuat bulu begidik
Epic!
Rona Mentari 30/3/14
2.03
0 komentar:
Post a Comment